Langsung ke konten utama

Televisi sebagai Media Dakwah, Dakwah melalui Media Televisi, Makalah, Metodologi Dakwah


       I.            Pendahuluan
Pada dasarnya dakwah Islam merupakan perilaku muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama dakwah, yang dalam prosesnya melibatkan unsur da’i, pesan dakwah, metode dakwah, media dakwah, mad’u (sasaran dakwah) dalam tujuannya melekat cita- cita ajaran Islam yang berlaku sepanjang zaman dan di setiap tempat. Masyarakat yang dibimbing melalui dakwah, hidupnya akan teratur, banyak melahirkan kebaikan dan oleh karena itu secara historis ia akan terus eksis. Adapun masyarakat yang tidak dibimbing dakwah, hidupnya semrawut, melahirkan banyak kejahatan dan oleh karena itu akan punah.
Dari sini, maka tujuan utama dakwah adalah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhoi oleh Allah swt. yakni dengan menyampaikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhoi oleh Allah swt. sesuai dengan segi atau bidangnya masing-masing. Dalam upaya menjadikan dakwah sebagai sarana untuk mengajak manusia ke jalan Ilahi, supaya dakwah mampu diterima oleh seluruh manusia sepanjang zaman, maka pergerakan dakwah harus jeli dan peka dalam menatap segala persoalan kemasyarakatan. Sangat perlu diperhatikan dalam penyebaran dakwah adalah pemilihan media sebagai sarana penyaluran pesan-pesan dakwah. Berarti perkembangan media dakwah harus sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban manusia, supaya dakwah Islam mampu mewarnai ke seluruh aspek kehidupan manusia. Media dakwah merupakan komponen yang sangat penting dalam pencapaian tujuan dan sasaran dakwah. Di era modern seperti sekarang ini sudah menjadi keharusan bagi juru dakwah untuk memanfaatkan segala teknologi yang ada untuk mempermudah pencapaian tujuan dakwah dan sasaran dakwah. Tanpa memanfaatkan media-media yang ada dakwah tidak akan mengalami kemajuan. Justru itu para penyelenggara dakwah harus arif dalam menempatkan media-media yang dapat menunjang kelancaran dakwah.[1]
Media ialah alat atau wahana yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Untuk itu komunikasi bermedia adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya dan atau banyak jumlahnya. Media komunikasi banyak sekali jumlahnya mulai yang tradisional sampai yang modern misalnya kentongan, beduk, pagelaran kesenian, surat kabar, papan pengumuman, majalah, film, radio dan televisi. Dari semua itu, pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetak, visual,  aural  dan  audiovisual. Masing-masing media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Dan penggunaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Salah satu media komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah atau ajaran Islam kepada khalayak umum adalah televisi. Dewasa  ini  televisi  boleh  dikatakan  telah  mendominasi hampir semua waktu luang setiap orangDalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, fungsi melaksanakan kontrol sosial terutama dapat dilihat dalam bentuk memberi evaluasi pengawasan dan kritikan terhadap upaya pembangunan bangsa. Aspek lain yang tak kalah pentingnya, yaitu televisi sebagai media promosi dalam memperkenalkan produk barang dan jasa kepada masyarakat, serta televisi dapat berfungsi sebagai media hiburan untuk memperoleh kenikmatan jiwa dan estetika. Karena kemampuannya dalam “menyihir” pemirsa, televisi mendapat julukan-julukan seperti kotak ajaib, electronic baby sitter, narkotik elektronik, “tuhan kedua” atau bahkan “tuhan pertama.” Julukan terakhir dapat dipahami mengingat TV dianggap sebagai sesuatu yang terpenting dalam kehidupan manusia dan karenanya sangat mendominasi kehidupan mereka, seraya menyisihkan kegiatan- kegiatan lain.[2]
Kebanyakan orang mungkin menghabiskan lebih banyak waktu untuk menonton TV daripada beribadah, misalnya salat dan mengaji. Sebagai “tuhan” TV diletakkan pada tempat sentral di rumah. Bila orang membeli TV baru, maka begitu TV baru itu tiba di rumah, pemilik rumah serta-merta akan bertanya pada diri sendiri, “Akan diletakkan di mana TV tersebut?” Jawabannya ya itu tadi, pada tempat yang paling strategis, seakan-akan TV adalah “tuhan” atau “dewa”
Perkembangan tersebut lebih marak lagi setelah pelarangan monopoli tahun 1999. Dengan kecanggihan dan dampak televisi pada setiap orang yang menontonnya, maka penggunaan televisi sebagai media dakwah sangat efektif dilakukan walaupun tentu ada kekurangan di sana-sini, tetapi tidak mengurangi semangat untuk tetap menggunakan televisi sebagai media komunikasi dakwah.

    II.            Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Media Televisi?
2.      Bagaimana Perkembangan Media Televisi di Inodnesia?
3.      Bagaimana Metode Dakwah Melalui Media Televisi?
4.      Apa Kelebihan Dakwah Melalui Media Televisi?
5.      Apa Kekurangan Dakwah Melalui Media Televisi?











 III.            Pembahasan
1.      Sejarah Media Televisi
Televisi terdiri dari istilah “tele” yang berarti jauh dan “visi” (vision) yang berarti penglihatan. Segi “jauh”-nya diusahakan oleh prinsip radio dan segi “penglihatan”-nya oleh gambar. Tanpa gambar tak mungkin ada apa-apa yang dapat dilihat. Para penonton dapat menikmati siaran TV , kalau TV tadi memancarkan gambar. Dan gambar-gambar yang dipancarkan itu adalah gambar-gambar yang bergerak (dalam hal tertentu juga gambar diam, still picture). Dan prinsip dari penggerakan gambar itu adalah film.
Penemuan televisi dimulai oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Paul Nipkow pada tahun 1884, kemudian Charles F. Jenkins di AS pada tahun 1890. Studi dimulai dengan pengiriman sinyal gambar secara elektromagnetis dapat dilakukan melalui tabung sinar katoda tahun 1884, kemudian penemuan kutub elektroda pengatur arus tahun 1904 dan pelepasan neon tahun 1917.Televisi adalah sistem elektronik untuk memancarkan gambar bergerak (moving images) dan suara kepada receivers. Sejak tahun 1930 mulai penyiaran televisi menemani radio, dan secara aktif siaran televisi dimulai 1947. Menyertai berbagai perkembangan komponen teknis di negara-negara seperti Inggris, Eropa, Uni Soviet, dan Amerika Serikat, televisi sampai dinilai sangat memungkinkan pada tahun 1931. Pada tahun ini penelitian yang dibuat di Inggris oleh Isaac Shoenberg, seorang yang berpengalaman dalam urusan transmisi radio di Uni Soviet, ditugaskan melakukan pengembangan penyiaran televisi. Standard Shoenberg’s tersebut kemudian diadopsi oleh BBC yang di-launching pertama kali di London tahun 1936.[3]
Pada awalnya perkembangan televisi sangat tersendat-sendat, hal itu terjadi karena Negara yang saat awal televise diketemukan dan diupayakan untuk dikembangkan sedang mengalami perpecahan yang menjadikan timbulnya perang dunia II, akibatnya penemuan-penemuan system televisi yang berkaitan dengan perkembangan tekhnologi militer, sangat tersendat bahkan terhenti. Karena itu, kebangkitan televisi sangat dirasakan setelah tahun 1950 dimana teknologi radar dan penggunaan pemancar berkekuatan tinggi seperti, Very High Frequency (VHF) dan Ultra High Frequency (UHF) yang tadinya dimonopoli pihak militer, diizinkan untuk dikembangkan bagi kepentingan sipil.[4]
2.      Perkembangan Media Televisi di Inodnesia
Di  Indonesia,  televisi  pertama  kali  diperkenalkan  pada tahun 1962, ketika Indonesia mendapat kehormatan untuk menyelenggarakan pesta olahraga Asian Games di Jakarta. Waktu itu jangkauan siaran TVRI baru mencakup Jakarta dan Bogor serta daerah sekitarnya yang berada dalam radius 80 km, sedangkan waktu siaran baru 2 jam per hari. Tetapi dengan penambahan jaringan 200 km dengan kapasitas transmitter 25 watt, maka liputan TVRI telah dapat diterima di Bandung dan beberapa daerah lainnya di Jawa Barat. Tiga tahun sesudah beroperasinya TVRI stasiun Jakarta, stasiun  TVRI  Yogyakarta  diresmikan  pemakaiannya  pada  tahun 1965, menyusul pembangunan stasiun TVRI daerah lainnya, seperti Medan (1970), Ujung Pandang (1972), dan Palembang (1974). Dengan digunakannya satelit komunikasi Palapa sejak tahun 1976, pemilik media TV di Indonesia menanjak sangat tajam (Cangara, 2012: 158-159). Industri televisi di Tanah Air baru mengalami perubahan di akhir tahun 1980-an. Era televisi swasta nasional hadir. Pada tahun 1989, lahirlah televisi swasta pertama RCTI di bawah manajemen bisnis PT Bimantara Citra, milik Bambang Trihatmojo. Keberadaan RCTI kemudian diikuti oleh berdirinya stasiun swasta nasional yang berlokasi di Surabaya, yakni SCTV pada tahun 1990. SCTV dikontrol oleh PT Surya Cipta Televisi awalnya, yang dimiliki oleh pengusaha Sudwikatmono, Henri Pribadi dan kepemilikan sahamnya juga beberapa dikuasai oleh putri Soeharto, yakni Siti Hediyati atau lebih dikenal dengan Titik Soeharto. Berikutnya, muncullah Indosiar TV pada tahun 1992 yang dimiliki oleh Sudono Salim, kemudian Aburizal Bakri dan Agung Laksono fungsionaris Golkar juga mendirikan ANTV pada tahun 1994. Tidak ketinggalan pula, pengusaha Surya Paloh yang juga pemilik Media Indonesia Grup, mendirikan televisi berita, Metro TV pada tahun 1994. Selanjutnya pada akhir tahun 1990-an, beberapa  televisi swasta nasional  pun  mulai  berdiri  di
Indonesia. TransTV dimiliki oleh pengusaha pribumi dan pemilik Para Grup, Chairul Tanjung. Lativi yang dimiliki oleh mantan menteri Soeharto kala itu, yakni Abdul Latief. Lativi akhirnya bangkrut dan diambil alih oleh Bakrie Grup yang berganti nama menjadi TVOne. Sementara itu, Kompas Grup juga mendirikan, yakni TV7. Namun, tidak bertahan lama, kemudian TV7 di merger oleh Chairul Tanjung dari Para Grup menjadi Trans7. Mulailah bisnis televisi di Tanah Air menjadi lebih kompetitif karena mereka harus berebut kue iklan yang ada (Subiakto dan Ida, 2012: 138-139). Kalau tadinya hanya TVRI sebagai satu-satunya saluran televisi resmi pemerintah di Indonesia, maka sejak digulirkannya regulasi baru dalam bidang penyiaran dan media massa sebagai hasil reformasi yang dicanangkan sejak tahun 1997, jumlah stasiun televisi di Indonesia baik di Jakarta maupun di daerah-daerah berkembang sangat pesat, ditambah lagi jaringan televisi kabel dengan siaran- siaran yang mengglobal dengan sajian berbagai macam acara. Semua ini pertanda bahwa industri komunikasi di Indonesia makin maju (Cangara, 2012: 159). Pertumbuhan industri media massa, seperti televisi di Indonesia, sedikitnya ditandai oleh tiga hal. Pertama, pengelolaan usaha di bidang media massa tidak lagi dilakukan dalam bentuk yayasan yang berasaskan aspek idealisme, sudah menjadi perubahan tambahan yang dikelola oleh sistem manajemen profesional dan penggunaan produk-produk teknologi canggih yang sudah mengarah pada “komersialisasi.” Kedua, semakin banyak para pengusaha nasional atau lazim disebut para “konglomerat” yang menanamkan modalnya di bidang usaha media massa. Ketiga, media massa yang ada sangat beragam bentuknya dan mengarah pada spesialisasi.[5]
3.      Metode Dakwah Melalui Media Televisi
Di dalam pelaksanakan program dakwah Islam melalui media TVRI ada beberapa metode dan teknik dakwah yang dipergunakan, yaitu :
a.    Metode Ceramah (Talking Method)
Metode ceramah adalah suatu cara penyajian materi dakwah oleh da’i kepada mad’u dengan menggunakan lisan, atau banyak diwarnai oleh ciri/ karakteristik bicara oleh seorang da’i/mubaligh. Metode ceramah adalah sebagai salah satu metode berdakwah yang paling sering dipergunakan oleh para da’i termasuk juga oleh para utusan Allah di dalam menyampaikan risalah-Nya. Metode tertua yang lazim digunakan dalam berbagai macam situasi inilah yang paling sering juga dipergunakan untuk dakwah melalui media televisi pada era TVRI bahkan sampai era sekarang, seperti dalam acara Mimbar Agama Islam. Program-program mimbar seperti ini di dalam televisi biasanya termasuk dalam program talk show atau the talk show program.
Ada berbagai teknik berdakwah di era TVRI yang dengan mempergunakan metode ceramah ini, yaitu :
1)   Teknik Uraian (The Talk)
Dakwah dengan teknik uraian adalah teknik penyampaian materi dakwah oleh seorang da’i/mubaligh dengan ceramah (memberikan uraian) melalui media televisi dalam durasi tertentu secara sendirian (monolog), tanpa ilustrasi gambar lain yang berganti-ganti. Teknik ini sebenarnya, sebagaimana teknik ceramah di panggung, cuma bedanya ini di dalam studio, di-shoot dan direkam, kemudian disiarkan kepada pemirsa.
2)   Teknik Wawancara (Interview)
Dakwah dengan teknik wawancara adalah teknik penyampaian materi dakwah dengan lisan/ceramah melalui media televisi, yang dilakukan oleh dua orang (dialog), yang satu bertindak sebagai pewancara (interviewer) dan yang satu bertindak sebagai nara sumber, yang membahas mengenai materi dakwah tertentu.
b.    Metode Sisipan/Selipan (Infiltration Method)
Metode susupan/ selipan (infiltrasi) adalah penyampaian materi dakwah dengan cara disusupkan/diselipkan pada acara-acara televisi (umum) yang lain, yang tanpa terasa bahwa pesan dakwah (jiwa agama Islam) masuk dalam program tersebut. Metode dakwah dengan susupan/selipan pada era TVRI masih sedikit sekali kuantitasnya dan dari segi kualitas juga belum baik. Metode infiltrasi ini biasanya dimasukkan dalam acara/program seni dan budaya. Program seni budaya di televisi yang sering disusupi dakwah diantaranya seni pertunjukan, yaitu seni musik, seni tradisional (wayang, ketoprak, ludruk, lenong dan lain-lain) dan sedikit dalam seni drama dan film.[6]
Sedangkan dalam stasiun televisi selain memberikan angin segar bagi dunia dakwah (karena bertambahnya media dakwah), hal ini juga merupakan tantangan tersendiri bagi aktifis dakwah dalam mempergunakan media ini untuk kegiatannya. Karena orientasi dan tujuan didirikannya televisi swasta jelas berbeda dengan didirikannya TVRI. Beberapa televisi swasta didirikan lebih banyak berorientasi bisnis, sehingga waktu siaran yang tersedia sangat berharga sekali jika dihitung dengan nilai uang. Makanya hal ini menuntut kreatifitas para praktisi televisi swasta yang masih mempunyai komitmen dalam dakwah Islamiyah, untuk membuat program-program dakwah yang lebih bervariasi baik metode maupun tekniknya. Karena tanpa adanya metode dan teknik dakwah yang bervariasi, justru akan mengakibatkan program dakwah tersebut ditinggalkan oleh pemirsa; yang akhirnya juga berimbas pada pemasukan iklan pada acara-acara dakwah.
Sementara itu dari pengamatan penulis mengenai metode dan teknik dakwah yang digunakan di era televisi swasta ada beberapa perkembangan dibandingkan dengan metode dan teknik dakwah yang dipergunakan pada era /periode TVRI. Sebenarnya secara garis besar metodenya masih sama dengan di era TVRI, akan tetapi dari segi teknisnya banyak perkembangan sejalan dengan perkembangan industri pertelevisian di Indonesia. Adapun beberapa metode dan teknik dakwah yang dipergunakan tersebut adalah seperti :
·           Metode Ceramah (Talking Method)
Metode dakwah dengan ceramah melalui televisi di era televisi swasta pada dasarnya sama dengan yang pernah dilakukan di era TVRI dan bukan berarti teknik dahulu itu tidak dipakai untuk masa era televisi swasta (sekarang).
·           Metode Berita (News Method)
Dalam pengertian sederhana program berita (news) sebagai metode dakwah adalah suatu sajian laporan berupa fakta dan kejadian yang berhubungan dengan dunia ke-Islaman yang mempunyai nilai unusual, factual, esensial dan disiarkan melalui televisi secara periodik.
·           Metode Infiltrasi (Infiltration Method)
Metode dakwah dengan infiltrasi di era televisi swasta ini lebih variatif, dikarenakan ragam acara lebih banyak dibandingkan ketika era TVRI. Masing-masing stasiun televisi dituntut untuk lebih kreatif membuat program-program unggulan dan berkualitas agar tidak ditinggalkan oleh pemirsanya. Namun yang patut disayangkan bahwa program yang dibuat oleh masing-masing stasiun televisi itu lebih banyak untuk kebutuhan hiburan bagi pemirsanya, dan mempertimbangkan faktor komersialnya (ada nilai untung atau tidak). Dengan melihat gejala yang semacam ini maka bagi praktisi televisi yang masih mempunyai komitmen terhadap misi dakwah Islamnya harus lebih kreatif lagi dalam menyusupkan nilai-nilai ke-Islaman ini dalam program-program hiburan tersebut.
Oleh karena itu pada era televisi swasta sekarang, selain sebagaimana pada era TVRI, banyak program-program baru yang dapat disusupi materi dakwah. Pada program seni budaya, selain seni pertunjukan seperti musik dan kesenian tradisonal yang kembali populer sekarang, juga sudah ada beberapa televisi yang meliput seni pameran ke-Islaman, seperti Festifal Istiqlal, yang disitu di pamerkan benda-benda ke-Islaman. Kemudian program baru lain yang ketika era TVRI belum ada adalah program sinetron. Sinetron kepanjangan dari sinema elektronika semacam film dan drama televisi, yang secara teknis pembuatan dan penayangannya berbeda. Sinetron-sinetron dengan tema ke-Islaman ini sementara hanya masih sering di tayangkan pada bulan ramadhan (Seperti Do’a membawa berkah), sedangkan pada waktu-waktu di luar ramadhan masih kurang.[7]
4.      Kelebihan Dakwah Melalui Media Televisi
Perkembangan dan perubahan media televisi, baik dalam programnya maupun dalam peningkatan teknologi barunya, akan menawarkan  cara  baru  bagi  publik  dalam  pemanfaatan  sarana televisi di masa mendatang. Pada gilirannya, sangat mungkin apabila pola konsumsi informasi yang baru ini juga akan berakibat pada pembentukan gaya hidup para pemilik dan penonton TV.
Bahwa televisi mempunyai daya tarik yang kuat tak perlu dijelaskan lagi. Kalau radio mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan unsur kata-kata, musik dan sound effect, maka TV selain ketiga unsur tersebut juga memiliki unsur visual berupa gambar. Dan gambar ini bukan gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton. Daya tarik ini selain melebihi radio, juga melebihi film bioskop, sebab segalanya dapat dinikmati di rumah dengan aman dan nyaman, sedang pesawat yang kecil mungil itu dapat menghidangkan selain film juga program menarik lainnya. Tampaknya, gambar hidup yang didukung oleh suara merupakan bahasa manusia yang universal, dan lambang komunikasi itulah yang sangat diandalkan oleh televisi. Karena manusia dalam berkomunikasi banyak sekali bergantung kepada indra studio dan video, maka berita-berita televisi bagi khalayak akan bersifat lebih akurat, lebih teliti, lebih jelas, dan lebih dapat dipercaya. Di samping itu juga, sama dengan film, televisi mengandalkan kode analogis dan kode mediator dalam ilmu komunikasi. Dengan demikian siaran ataupun beritanya menciptakan semacam proses melek gambar (visual literacy). Dengan kata lain, dalam jangka waktu tertentu anggota khalayak yang tuna aksara akan memahami juga apa yang mereka tonton di layar televisi. Televisi sebagai media massa, merupakan jenis ke-empat yang hadir di dunia, setelah kehadiran pers, film dan radio. Televisi telah mengubah dunia dengan terciptanya dunia baru bagi masyarakat, dengan seluruh keunggulan dan kelemahannya sebagai media. Televisi telah merupakan penggabungan antara radio dan film, sehingga kekurangan-kekurangan yang ada pada radio dan film, tidak lagi dijumpai dalam penyiaran televisi. Dari sini, maka televisi sangat penting untuk menjadi media dakwah. Umumnya lembaga penyiaran televisi di Indonesia menyediakan waktu untuk kegiatan dakwah, seperti azan magrib atau acara-acara khusus pada bulan Ramadan, dan Idul Fitri serta Idul Adha.[8] Kelebihan televisi sebagai media dakwah jika dibandingkan dengan media yang lainya adalah:
·           Media televisi memiliki jangkauan yang sangat luas sehingga ekspansi dakwah dapat menjangkau tempat yang lebih jauh. Bahkan pesan-pesan dakwah bisa disampaikan pada mad’u yang berada di tempat-tempat yang tidak sulit dijangkau.
·           Media televisi mampu menyentuh mad’u yang heterogen dan dalam jumlah yang besar. Hal ini sesuai dengan salah satu kharakter komunikasi massa yaitu komunikan yang heterogen dan tersebar. Kelebihan ini jika dimanfaatkan dengan baik tentu akan berpengaruh positif dalam aktifitas dakwah. Seorang da’i yang bekerja dalam ruang yang sempit dan terbatas bisa menjangkau mad’u yang jumlahnya bisa jadi puluhan juta dalam satu sesi acara. 
·           Media televisi mampu menampung berbagai varian metode dakwah sehingga membuka peluang bagi para da’i memacu kreatifitas dalam mengembangkan metode dakwah yang paling efektif.
·           Media televisi bersifat audio visual. Hal ini memungkinkan dakwah dilakukan dengan menampilkan pembicaraan sekaligus visualisai berupa gambar.[9]
5.      Kekurangan Dakwah Melalui Media Televisi
Selain memiliki beberapa kelebihan sebagaimana disebutkan diatas, dakwah menggunakan media televisi juga mempunyai berbagai kelemahan. Dalam kasus Indonesia hal ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi pertelevisian yang ada. Dalam bidang sinetron misalnya, Srikit Syah mengungkapkan bahwa sinetron Indonesia berkembang dari segi jumlah, namun kualitasnya memprihatinkan. Ceritanya menjual mimpi, jauh dari kenyataan. Sinetron yang mendominasi jam tayang utama tak jauh beda dari sinetron Amerika Latin, Thailand dan Philipina. Hal ini berbeda dengan India yang mempunyai ciri khas budaya yang kuat dan konsisten. Sedangkan Indonesia seringkali mencontoh kostum Beverly Hills, Plot Konflik, Melrose Place, dan melodrama Maria Marcedes dalam suguhanya . Demikian pula “sinetron Islami” yang sering kita lihat selama ini sebagian besar belum mencerminkan ajaran Islam yang sesungguhnya. Bahkan terkadang ada suguhan adegan-adegan yang tidak layak ditampilkan dan menyalahi norma ke-Islaman. Disamping itu masih ada beberapa kondisi memprihatinkan lainya dari pertelevisian Indonesia. 
Secara umum kelemahan-kelemahan itu antara lain;
·         Cost yang terlalu tinggi untuk membuat sebuah acara Islami di televisi
·         Terkadang tejadi percampuran antara yang haq dan yang bathil dalam acara-acara televise
·         Dunia pertelevisian yang cenderung kapitalistik dan profit oriented
·         Adanya tuduhan menjual ayat-ayat Qur’an ketika berdakwah di televise
·         Keikhlasan seorang da’i yang terkadang masih diragukan
·         Terjadinya mad’u yang mengambang
·         Kurangnya keteladanan yang di perankan oleh para artis karena perbedaan kharakter ketika berada didalam dan di luar panggung.[10]

Daftar Pustaka
Darwanto, Televisi Sebagai Media Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Ghan, Zulkiple, Abd. i; islam, komunikasi dan tekhnologi maklumat, Jakarta
Hafidhuddin, Didin; media massa dakwah
Maswan dkk, 2010, Teknologi Pendidikan Jilid 2,(Karsa Manunggal Indonesia)
Jurnal Komunikasi Islam, AT-TABSYIR
Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, AT-TABSYIR
http://strategidakwahmelaluimediamassa.blogspot.com/ diakses pada tanggal 23 Juni 2018 pukul 20:00
http://strategidakwahmelaluimediamassa.blogspot.com/ diakses pada tanggal 23 Juni 2018 pukul 20:00


[1] Jurnal Komunikasi Islam, AT-TABSYIR
[3] Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, AT-TABSYIR
[4] Darwanto, Televisi Sebagai Media Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2007, hal. 71-72
[5] Maswan dkk, Teknologi Pendidikan Jilid 2,(Karsa Manunggal Indonesia, 2010), hlm. 75-76
[6] Zulkiple Abd. Ghani; islam, komunikasi dan tekhnologi maklumat, Jakarta halaman 34-35
[8] Didin Hafidhuddin; media massa dakwah, halaman 102
[9] http://strategidakwahmelaluimediamassa.blogspot.com/ diakses pada tanggal 23 Juni 2018 pukul 20:00
[10] http://strategidakwahmelaluimediamassa.blogspot.com/ diakses pada tanggal 23 Juni 2018 pukul 20:00

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah tartib al ayat wa tartib as suwar

BAB 1 PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al- Q ur’an merupakan kitab suci umat islam yang sangat mulia. Kitab yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat jibril selama kurang lebih dua puluh tiga tahun, sebagai pedoman umat islam di penjuru dunia, karena al-qur’an memiliki banyak keistimewaa. Selain daripada itu dalam proses penyusunan al-Qur’an disusun secara bertahap, yaitu dimulai dari nabi Muhammad saw, hingga pada masa Utsman bin Affan yng berhasil mengumpulkan al-Qur’an sehingga menjadi mushaf al-qur’an, dimana al-qur’an yang hadir dihadapan dan sering kita baca adalah mushaf dari rasm usman yang telah disetujui oleh jumhur ulama sebagai mushaf yang tertib ayat dan surahnya berdasarkan apa yang ada pada masa Rosullulloh., tetapi banyak penyusunan surah dalam al- Q ur’an yang menimbulkan perbedaan dan memberikan kedudukan dalam setiap surah. Namun ada pula beberapa ulama yang berpendapat lain tentang susunan surah dalam mushaf ustman...

contoh script radio MBS Fm

Script MBS Fm Assalamualaikum ww “Ciptakan langkah baru menuju sukses MBS Fm 107.8 alternatif radio semarang” Sugeng enjang… sobakhul khoir… good morning… selamat pagi para penerus bangsa// Kali ini saya/ panggil aja Aim/ siap menemani sahabat MBS selama satu jam kedepan// Oke gengs masih pagi nih/ udaranya masih seger banget/ asih nih kalo ngopi-ngopi makan gorengan sambil dengerin Aim siaran/ ceyilehh kayak jaman dahulu kala tuhh im hehe… ya ndak toh ya… radio MBS tuh beda sama yang lain/ radio MBS tuh selalu update/ gak norak/ apalagi kalo penyiarnya Aim/ ahaydee… nih yang lagi aktifitas selamat beraktifitas yah/ yang masih dibalik selimut buruan gabung sama Aim di MBS/ cussss biar semangat lo untuk hidup tuh ada hihi… Sahabat MBS kali ini yang mau pesen pesen lagu tuh khusus dangdut ya/ inget dangdut loh… dan tema kali ini adalah “Kerinduan”/ jiahhh yang la gi rindu rinduan nihh bisa sms aja ke 081 111 222 333 Aim ulangi 081 111 222 333 bisa curhat curhat sama A...

Sejarah masuknya Islam di desa Lerepkebumen, kecamatan Poncowarno, Kabupaten Kebumen provinsi Jawa tengah

Sejarah masuknya Islam di Desa Lerepkebumen, kecamatan Poncowarno, kabupaten Kebumen berawal dari seseorang yang kita kenal sebagai seorang ulama, wali atau bisa kita sebut orang besar bernama Maulana Zulfikar. Kedatangan Maulana Zulfikar tersebut bersamaan dengan periode Maulana Yusuf yang berdakwah didaerah Bandung Seruni yang dekat dengan daerah Lerepkebumen. Sebenarnya sebelum adanya Maulana Zulfikar ini, diduga sudah ada seseorang yang bernama Jantaka yaitu seorang panglima   yang akan menuju keraton Jogjakarta menggunakan kuda. Namun diperjalanan yaitu didesa Lerepkebumen panglima tersebut dibegal dan akhirnya wafat   dan dimakamkan dipemakaman desa Lerepkebumen. Namun alih demi alih diperkirakan panglima tersebut muslim ternyata kedalihan tersebut sedikit diragukan pada saat sekarang, karena ada suatu penalaran bahwa panglima tersebut nonmuslim. Warga desa Lerepkebumen pun ikut menyertakan nama Jantaka (Panglima) didalam doa dan tahlil karena mengira panglima terseb...