I.
Pendahuluan
Sejalan dengan proses cara belajar orang dewasa
dimana masyarakat sebagai subyek menentukan sendiri kebutuhan sesuai dengan
realitas sosialnya dan lingkup budayanya. Hal ini mendorong terbentuk dan
terbukanya komunikasi yang melibatkan seluruh komponen/elemen yang memungkinkan
masyarakat memiliki kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri. Mereka bebas
berpendapat, berekspresi serta mengungkapkan diri secara terbuka antara satu
terhadap yang lainnya. Keberagaman permasalahan dan saling keterbukaan antar
komponen dalam mengekspresikan diri menjadikan anggota kelompok mengetahui
sekaligus memahami kesulitan dari masing-masing komponen. Pendekatan ini
memungkinkan terjadinya pertukaran informasi antar komponen/elemen dalam proses
komunikasi, reaksi terhadap pesan yang masuk akan ditentukan oleh
lingkungannya.
Saling tukar informasi dan saling mengisi kekurangan
dari setiap komponen yang terwadahi dalam suatu media mengindikasikan
terjadinya komunikasi dalam banyak dimensi sekaligus banyak tahap. Sehingga
bisa dikatakan bahwa model komunikasi partisipatif ini menunjukkan adanya
situasi interaktif antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Namun demikian yang
sangat ditekankan dalam komunikasi partisipatif ini adalah adanya keseimbangan
pertukaran informasi antar anggota kelompok, kualitas pemahaman makna bersama
atas ide-ide yang muncul dari setiap partisipan.
Dalam berjalannya waktu fenomena yang terjadi
dimasyarakat adalah tidak berfungsinya media sebagaimana mestinya. Dalam arti
media yang seharusnya bisa dialogis, dua arah dan partisipatif. Justru sering
terjadi sebaliknya media digunakan sebagai sarana untuk menjejalkan informasi
yang instan. Artinya masyarakat kurang dilibatkan dalam menentukan kebutuhannya
akan tetapi masyarakat kembali dijadikan obyek untuk melakukan informasi yang
siap pakai. Masyarakat dipandang sebagai khalayak pasif yang selalu siap
menerima setiap informasi vertikal yang telah diproduksi secara terpusat.
Pembangunan sebenarnya merupakan suatu proses
perubahan yang direncanakan dan dikehendaki. Setidaknya pembangunan pada
umumnya merupakan kehendak masyarakat yang terwujud dalam keputusan-keputusan
yang diambil oleh para pemimpinnya, yang kemudian disusun dalam suatu
perencanaan yang selanjutnya dilaksanakan. Pembangunan mungkin hanya menyangkut
suatu kehidupan saja, namun mungkin dilakukan secara simultan terhadap berbagai
bidang kehidupan yang saling berkaitan.[1]
II.
Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Pendekatan Partisipasi dalam Komunikasi Pembangunan?
2. Apa
saja Bentuk-Bentuk Partisipasi?
3. Apa
saja Syarat Tumbuhnya Partisipasi Masyarakat?
4. Bagaimana
Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Komunikasi Pembangunan?
5. Apa
Contoh Studi Kasus Pendekatan Partisipasi Dalam Komunikasi Pembangunan?
III.
Pembahasan
1. Pengertian Pendekatan Partisipasi dalam
Komunikasi Pembangunan
Pengertian secara umum dari istilah
partisipasi adalah keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat
dalam suatu kegiatan. Keikutsertaan tersebut dilakukan sebagai akibat dari
terjadinya interaksi social anatara individu yang bersangkutan dengan anggota
masyarakat yang lain. Karakteristik dari proses partisipasi adalah semakin
mantapnya jeringan social atau social
network yang “baru” yang membentuk suatu jaringan social bagi terwujudnya
suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang diinginkan. Karena
itu, partisipasi sebgai proses akan menciptakan jaringan social baru yang
masing-masing berusaha untuk melaksanakan tahapan-tahapan kegiatan demi
tercapainya tujuan akhir yang diinginkan masyarakat atau struktur social yang
bersangkutan.
Menurut Verhangen menyatakan bahwa partisipasi meruopakan suatu
bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian:
kewenangan, tanggungjawab, dan manfaat. Tumbuhnya interaksi dan komunikasi
tersebut, dilandasi oleh adanya kesadaran yang dimiliki oleh yang bersangkutan
mengenai:
a. Kondisi
yang tidak memuaskan, dan harus diperbaiki.
b. Kondisi
tersebut dapat diperbaiki melaui kegiatan manusia atau masyarakat itu sendiri
c. Kemampuannya
untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dapat dilakukan
d. Adanya
kepercayaan diri, bahwa ia dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi
kegiatan yang bersangkutan.
Lebih
lanjut, analisis tentang “modal social” (social capital) terhadap arti penting
partisipasi masyarakat dalam pembangunan, menunjukan bahwa partisipasi
ditujukan untuk mengambangkan sinergi dalam hubungan antara pemerintah dan
masyarakat maupun sinergi dalam jejaring komunitas.
Dalam
kegiatan pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari
kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya
pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Artinya,
melalui partisipasi yang diberikan, berate benar-benar menyadari bahwa kegiatan
pembangunan bukanlah sekedar kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparat
pemerintah sendiri, teteapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan
diperbaiki mutu hidupnya.[2]
Fokus
dalam partisipasi masyarakat era 80an telah menjadi saksi dari meningkatnya
pengakuan terhadap pemerintah nasional, agensi multilateral, dan lembaga
swadaya masyarakat (LSM) sebagai kepentingan pembangunan aspek sosial.
Terdapat
beberapa faktor yang menyertakan dorongan dalam penempatan kepentingan
partisipasi masyarakat di aktivitas pembangunan :
1.
adanya beberapa fakta di proyek Bank Dunia di area pedalaman dan populasi/
kesehatan yang memiliki pengaruh kuat secara positif dari partisipasi
masyarakat dan proyek efisiensi.
2.
pemerintahan lokal dan nasional menemukan kesulitan dalam mengatur proyek dan
program pembangunan yang banyak sekali, dengan demikian dilakukannya pemerataan
fungsi bagi LSM dan organisasi masyarakat.
3.
LSM dan beberapa agensi PBB seperti UNICEF dan ILO telah melalui tujuan
pembangunan untuk memberikan wewenang bagi populasi yang kurang mampu dengan
memberi mereka control dalam proyek dan progam yang mempengaruhi kehidupan
mereka.
4.
terdapatnya sensitivitas terhadap isu gender. Permasalahan dan kebutuhan
tertentu dari wanita perlu diperhitungkan dalam desain proyek dan management.[3]
2. Bentuk-Bentuk Partisipasi
Duseseldorp
mengidentifikasi beragm bentuk kegiatan partisipasi yang dilakukan oleh setiap
warga masyarakat dapat berupa:
a. Menjadi
anggota kelompok-kelompok masyarakat
b. Melibatkan
diri pada kegiatan diskusi kelompok
c. Melibatkan
diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk menggerakan partisipasi masyarakat
yang lain
d. Menggerakan
sumber daya masyarakat
e. Mengambil
bagian dalam proses pengambilan keputusan
f. Memanfaatkan
hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakatnya
2. Syarat Tumbuhnya Partisipasi Masyarakat
Adapaun syarat syarat tumbuhnya
partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Kesempatan
untuk berpartisipasi
Dalam
kenyataan, banyakn program pembangunan yang kurang memperoleh partisipasi
masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi. Dilain pihak, juga sering dirasakan tentang kurangnya
“informasi” yang disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk
apa mereka dapat atau dituntut untuk berpartisipasi. Beberapa kesempatan yang
dimaksud diatas adalah:
1)
Kemauan politik dari penguasa untuk
melibatkan masyarakat dalam pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pemeliharaan, dan
pemanfaatan pembangunan, sejak ditingkat pusat sampai dijajaran birokrasi yang
paling bawah.
2)
Kesempatan untuk memporeleh informasi
pembangunan
3)
Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi
sumber daya (alam dan manusia) untuk pelaksanaan pembangunan.
4)
Kesempatan untuk memperoleh dan
menggunakan teknologi yang tepat, termasuk peralatan/perlengkapan penunjangnya
5)
Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk
untuk memperoleh dan menggunakan peraturan, perizinan, dan prosedur kegiatan
yang harus dilakukan
6)
Kesempatan mengembangkan kepemimpinan
yang mampu menumbuhkan, menggerakkan, dan mengembangkan serta memelihara
partisipasi masyarakat.
b. Kemampuan
untuk berpartisipasi
Perlu
disadari bahwa adanya kesempatan-kesempatan yang disediakan, atau ditumbuhakan
untuk menggerakan partisisapasi masyarakat akan tidak banyak berarti, jika
masyarakatnya tidak memiliki kemampuan untuk berpartisipasi. Yang dimaksud
kemampuan disini adalah
1)
Kemampuan untuk menemukan dan memahami
kesempatan-kesempatan untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk
membngun (memperbaiki mutu hidupnya)
2)
Kemampuan untuk melaksanakan
pembangunan, yang dipengaruhi oleh tingkatan pendidikan dan keterampilan yang
dimiliki.
3)
Kemampuan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dengan menggunakan sumber daya dan kesempatan atau peluang lain yang
tersedia secara optimal
c. Kemauan
untuk berpartisipasi
Kemamuan
untuk berpartisipasi, utamanya ditentukan oleh sikap mental yang dimiliki
masyarakat untuk membangun atau memperbaiki kehidupannya, yang menyangkut:
1)
Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai
yang menghambat pembangunan.
2)
Sikap terhadap penguasa/pelaksana
pembangunan pada umumnya.
3)
Sikap untuk selalu ingin memperbaiki
mutu hidup dan tidak cepat puas diri
4)
Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan
masalah, dan tercapainya tujuan pembangunan
5)
Sikap kemandirian/percaya diri atas
kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya
Ada
beberapa masalah dalam partisipasi masyarakat:
1) Masalah
pertama dan terutama dalam pengembangan partisipasi masyarakat adalah belum
dipahaminya makna sebenarnya tentang partisipasi oleh pihak perencana dan
pelaksana pembangunan.
2) Masalah
kedua adalah dengan dikembangkannya pembangunan sebagai ideology baru yang
harus diamankan dengan dijaga ketat, yang mendorong aparat pemerintah bersifat
otoriter. Kondisi seperti itu, dapat menimbulokan reaksi balik berupa “budaya diam” yang pada gilirannya
menumbuhkan keenggangan masyarakat untuk berpartisipasi karena disanggap “asal beda” atau “waton suloyo”
3) Masalah
ketiga adalah banyaknya peraturan yang meredam keinginan masyarakat untuk
berpartisipasi.
4.
Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Komunikasi Pembangunan
Upaya penumbuh dan pengembangan dan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diupayakan melalui kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang dalam prakteknya dilakukan melalui kegiatan
komunikasi pembangunan. Tentang hal ini, harus dipahami bahwa tujuan komunikasi
pembangunan bukanlah sekedar untuk memasyarakatkan pembangunan dan penyampaian
pesan-pesan pembangunan saja, tetapi yang lebih penting dari itu adalah:
1. Menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi
Seperti
telah dikemukakan, kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi itu baru akan
tumbuh jika masyarakat telah mengetahui tentang:
a) Adanya
masalah yang sedang dihadapi dan memerlukan upaya pemecahannya
b) Adanya
kemampuan masyarakatnya sendiri untuk memecahkan masalahnya sendiri
c) Pentingnya
partisipasi setiap warga masyarakat dalam pemecahan masalah, melalui kegiatan
pembangunan.
2. Menginformasikan
tentang adanya kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi.
Seringkali
terjadi bahwa partisipasi masyarakat tidak nampak karena mereka merasa tidak
diberi kesempatan untuk berpartisipasi atau dibenarkan berpartisipasi khususnya
yang menyangkut: pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan,
pemantauan dan evaluasi yang akan dicapai. Karena itu, melalui komunikasi
pembangunan harus dijelaskan tentang segala hak dan kewajiban setiap warga
masyarakat didalam poses pembangunan yang dilaksanakan, serta pada bagian
kegiatan apa mereka diharapkan partisipasinya dan apa bentuk partisipasinya
yang diharapkan dari masyarakat.
3. Menunjukkan
dan meningkatkan masyarakat untuk berpartisipasi
Ketidakmunculan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan, juga dapat terjadi karena mereka
tidak cukup memiliki atau merasa tidak memiliki kemampuan untuk berpartisipasi.
Maka dari itu, melalui komunikasi pembangunan, kepada masyarakat harus
ditunjukkan adanya:
a) Kempuan
yang telah dimiliki oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan
b) Berbagai
potensi atau peluang yang dapat dimanfaatkan agar masyarakat yang
bersangkutan dapat dan mampu
berpartisipasi.
c) Berbagai
upaya untuk dapat meningkatkan kemampuan masyarakat (pengetahuan, keterampilan,
dan sikap), agar mereka dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan pembangunan
4. Menggerakan
kemauan masyarakat untuk berpartisipasi
Keadaan
umum yang sering menyebabkan tidak tumbuhnya pertisipasi masyarakat dalam
pembangunan adalah karena mereka hanya diminta untuk berpartisipasi dalam
memberikan input, tanpa mengetahui dengan jelas tentang manfaat apa yang akan
mereka peroleh dan rasakan (secara langsung atau tidak langsung).
Lebih
lanjut, harus dipahami bahwa pemberian kesempatan berpartisipasi pada
masyarakat, bukanlah sekedar pemberian kesempatan untuk terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan agar mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan
menghambat atau mengganggu tercapainya tujuan pembangunan. Tetapi, pemberian
kesempatan berpartisipasi harus dilandasi oleh pemehaman bahwa masyarakat
setempat layak diberi kesempatan karena disamping memiliki kemampuan-kemampuan
yang diperlukan, sebagai sesama warga Negara, mereka juga punya hak untuk
berpartisipasi dan memanfaatkan setiap kesempatan membangun bagi perbaikan mutu
hidupnya. Tentang hal ini, perlu dilakukan upaya pemberdayaan yang intensif dan
berkelanjutan untuk menumbuhkan kemampuan, menunjukan adanya kesempatan, dan
membantu upaya peningkatan kemampuan untuk berpartisipasi pada masyarakat
setempat.
Dalam
pelaksanaan komunikasi pembangunan tersebut, harus dibarengi upaya untuk
meyakinkan bahwa partisipasi yang akan dilakukan oleh masyarakat akan
memberikan manfaat (ekonomis atau non ekonomis) dengan tingkat harapan yang
sangat tinggi,baik langsung maupun tidak langsung.[4]
5. Studi
Kasus Pendekatan Partisipasi Dalam Komunikasi Pembangunan
Dalam kasus ini
menggunakan informasi dari berbagai unsur diantaranya pejabat struktural
Bappeda Kabupaten Dairi, perwakilan SKPD, Camat Sidikalang dan perangkat
kecamatan, Kepala Desa/ Lurah dan perwakilan masyarakat. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan bahwa perencanaan partisipatif
dalam pembangunan daerah belum dilaksanakan dengan baik ditandai
dengan keengganan masyarakat ikut berpartisipasi, kemampuan aparat dan
masyarakat dalam melaksanakan perencanaan partisipatif belum memadai dan tim
delegasi desa dan kelurahan belum mempunyai kemampuan untuk negosiasi pada
musrenbang kecamatan maupun kabupaten sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
masyarakat dan pemerintah mempunyai peran terkait rendahnya partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pembangunan.[5]
Daftar
Pustaka
Harun,
Rochajat, Elvinaro Ardianto, 2013, Komunikasi
Pembangunan dan Perubahan Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Tersada)
Mardikanto
Toto, 2010, Komunikasi Pembangunan,
(Surakarta: UNS Press)
http://ojs.uma.ac.id/index.php/adminpublik/article/view/1383 diakses pada tanggal 30/06/2018 pukul
18:15
[1] Rochajat Harun, Elvinaro
Ardianto, Komunikasi Pembangunan dan
Perubahan Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Tersada), 2013, hlm 249-250
[2] Toto Mardikanto, Komunikasi Pembangunan, (Surakarta: UNS
Press), 2010, hlm 151-152
[3] Rochajat Harun, Elvinaro
Ardianto, Komunikasi Pembangunan dan
Perubahan Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Tersada), 2013, hlm 252
[4] Toto Mardikanto, Komunikasi Pembangunan, (Surakarta: UNS
Press), 2010, hlm 154-169
[5] http://ojs.uma.ac.id/index.php/adminpublik/article/view/1383 diakses pada tanggal 20/06/2018 pukul 18:15
Komentar
Posting Komentar