Sejarah masuknya Islam di desa Lerepkebumen, kecamatan Poncowarno, Kabupaten Kebumen provinsi Jawa tengah
Sejarah masuknya Islam di Desa Lerepkebumen,
kecamatan Poncowarno, kabupaten Kebumen berawal dari seseorang yang kita kenal
sebagai seorang ulama, wali atau bisa kita sebut orang besar bernama Maulana
Zulfikar. Kedatangan Maulana Zulfikar tersebut bersamaan dengan periode Maulana
Yusuf yang berdakwah didaerah Bandung Seruni yang dekat dengan daerah
Lerepkebumen. Sebenarnya sebelum adanya Maulana Zulfikar ini, diduga sudah ada
seseorang yang bernama Jantaka yaitu seorang panglima yang akan menuju keraton Jogjakarta
menggunakan kuda. Namun diperjalanan yaitu didesa Lerepkebumen panglima
tersebut dibegal dan akhirnya wafat dan
dimakamkan dipemakaman desa Lerepkebumen. Namun alih demi alih diperkirakan
panglima tersebut muslim ternyata kedalihan tersebut sedikit diragukan pada
saat sekarang, karena ada suatu penalaran bahwa panglima tersebut nonmuslim.
Warga desa Lerepkebumen pun ikut menyertakan nama Jantaka (Panglima) didalam
doa dan tahlil karena mengira panglima tersebut muslim dan ada juga yang sudah
tidak menyertakan namanya didalam doanya.
Maulana zulfikar belum diketahui berasal dari mana
dan akan menuju kemana, yang pasti Maulana Zulfikar berdakwah didesa
Lerepkebumen dan sekitarnya. Dan makamnya berada dipemakaman desa Lerepkebumen.
Sebelum datangnya Maulana Zulfikar, masyarakat desa Lerepkebumen waktu itu diperkirakan
belum menganut agama apapun, karena tidak ditemukan peninggalan arca, candi atau
prasasti apapun didesa Lerepkebumen. Atau kemungkinan lain masyarakat tersebut
menganut Animisme atau Dinamisme. Kondisi geografis didesa Lerepkebumen waktu
itu masih jarang terdapat perumahan, hanya ladang membentang dibawah perbukitan
sehingga letaknya tidak strategis untuk dijangkau banyak orang dalam artian
pelosok atau kedalaman.
Metode dakwah yang digunakan Maulana Zulfikar yaitu
dengan perantara jin. Entah jin tersebut merasuk ketubuh manusia atau
membisikan bahkan mempengaruhi, jelasnya belum dapat diketahui dengan pasti.
Namun, menurut Ahmad Syekh (warga) namanya ulama atau wali, bisa saja melakukan
dakwahnya melalui jin, sebagaimana layaknya nabi Sulaiman as. yang berdakwah
melalui perantara jin. Selain itu, beliau dikenal ramah terhadap masysarakat
sehingga masyarakat tersebut mudah menerima ajarannya.
Desa
Lerepkebumen waktu itu mungkin belum terbentuk suatu desa, masih tergabung
dalam beberapa daerah, sehingga penyebaran agama Islam bisa lebih efisien. Belum
diketahui bagaimana respon masyarakat kala itu, namun mayoritas desa
Lerepkebumen saat ini beragama Islam. Dan perkembangan ajaran agama Islam yang
dibawa oleh Maulana Zulfikar tersebut berkembang pesat, selain itu juga syekh,
ulama, orang besar mulai bermunculan didesa Lerep, terbukti dengan ditemukannya
makam Mangkuyudha yakni serang ulama atau wali yang makamnya tak jauh dari
pemukiman warga saat ini. (makam tersebut dijaga leh warga sekitar, bahkan
banyak yang menziarahi). Selain itu, bukti bahwa islam masuk didesa
Lerepkebumen tertuang dalam sejarah keturunan beberapa warga yang masih dalam
satu garis turunan wali.
Sebenarnya para pendatang (wali, syekh, orang besar)
saling berhubungan didesa satu dengan yang lain. Masih banyak makam-makam wali
dipemakaman desa Lerep, dan pendiri kabupeten Kebumen pun pernah berinjak ke
dasa Lerep karena masih dalam garis keturunan dengan penyebar agama Islam di
desa tersebut.[1]
Lerepkebumen adalah sebuah desa yang masuk dalam
wilayah Kecamatan Poncowarno, Kabupaten Kebumen. Nama Lerepkebumen diambil dari
sebuah peristiwa perjalanan Pangeran Bumidirja, (paman Sultan Amangkurat I)
yang sebelumnya menjabat sebagai dewan Parampara (Penasehat) Kerajaan Mataram.
Kyai Bumi beserta rombongan melakukan perjalanan ke
arah timur melalui jalur utara hingga berhenti di suatu tempat untuk
beristirahat semalam. Daerah tersebut kemudian
diberi nama Lerepkebumen atau sering disebut juga dengan Lerepbumen. Berasal
dari dua kata : Lerep (bahasa Jawa yang berarti Berhenti) dan Bumen yang
berasal dari nama sosok Kyai Bumi. Lerepkebumen bermakna tempat berhentinya
Kyai Bumi. Setelah beristirahat semalam, rombongan Kyai Bumi melanjutkan
perjalanan ke timur dan kemudian ke selatan, hingga berhenti di daerah Karang
(daerah ini sekarang masuk dalam wilayah Karangrejo/Kutowinangun Kecamatan
Kutowinangun Kabupaten Kebumen). Di daerah ini Kyai Bumi menjadi seorang
petani.
Karena dua utusan Sultan Amangkurat I tidak kembali
lagi ke Mataram, akhirnya sang Raja kembali mengutus dua orang yang benama
Udakara dan Surakarti. Dikisahkan bahwa dua orang utusan tersebut pun tidak
kembali ke Mataram karena takut akan dijatuhi hukuman sebab tidak bisa membawa
pulang Pangeran Bumidirja. Akhirnya Udakara dan Surakarti ikut mengabdi kepada
Kyai Bumi.
Kyai Bumi menetap di daerah tersebut hingga akhir
hayatnya. Makamnya dikenal dengan Makam Pangeran Bumidirja. Adapun Udakara dan
Surakarti dimakamkan berbeda tempat akan tetapi masih dalam satu wilayah yang
kini masuk dalam wilayah desa Lundong, Kecamatan Kutowinangun.[2]
[1] Hasil wawancara dengan Ustazd
Ahmad syekh pada tanggal 24 Juni 2018 pukul 20:00-22:00
[2] https://kebumen2013.com/asal-mula-nama-desa-lerepkebumen-kec-poncowarno-kebumen/ diakses pada tanggal 22 Juni
2018 pukul 19:20
Assalamu'alaikum
BalasHapusSaya tertarik dengan cerita ini, dan penasaran dengan sosok tokoh pendahulu, apakah ada yang tau silsilah dari Syekh Maulana Yusuf Sruni, dan apakah ada yang tau mengenai riwayat dari Syekh Abdul Jalal Tanahsari. Sekian terimakasih