I.
PENDAHULUAN
Dalam
kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur tentang tata cara
manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling menghormati biasa kita kenal
dengan sebutan sopan santun, tata karma, dan lain-lain.
Tata
cara pergaulan bertujuan untuk menjaga kepentingan komunikator dengan komunikan
agar merasa senang, tentram, terlindungi tanpa ada pihak yang dirugikan
kepentingannya dan perbuatan yang dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang
berlaku serta tidak bertentangan dengan hak asasi secara umum.
Tata
cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam bermasyarakat dan
menentukan nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan etika. Di dalam surat
Al-Hujuraat sendiri menjelaskan adab sopan santun berbicara dengan Rasulullah
SAW. Rasulullah sendiri bisa diumpamakan dengan ketika kita berbicara kepada
orang yang lebih tua dari kita. Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa agar satu sama lain kenal-mengenal, setiap manusia sama dimata
Allah SWT, kelebihannya hanya terdapat pada orang-orang yang bertaqwa
(orang-orang yang benar-benar beriman).
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Pengertian Etika dalam komunikasi?
2.
Bagaimana Teks Al-Qur’an dan Terjemahan
Surah Al-Hujuraat ayat 3?
3.
Bagaimana Mufrodat Surah Al-Hujuraat
ayat 3?
4.
Bagaimana Asbabun Nuzul Surah
Al-Hujuraat ayat 3?
5.
Bagaimana Munasabah atau Korelasi Surah
Al-Hujuraat ayat 3?
6.
Bagaimana Tafsir Surah Al-Hujuraat ayat
3?
7.
Bagaimana Estetika dalam Komunikasi?
8.
Bagaimana Hukum Surah Al-Hujuraat ayat
3?
9.
Bagaimana Hikmah Surah Al-Hujuraat ayat
3?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Etika dalam Komunikasi.
Istilah
etika berasal dari kata ethikus (latin) dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos
yang berarti kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan
ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah laku manusia.
Jadi,
etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah laku baik maupun
buruk dalam kegiatan komunikasi di suatu masyarakat.[1]
2.
Teks Al-Qur’an dan Terjemahan.
Teks
Al-Qur’an yang berkaitan dengan Etika dalam komunikasi terdapat pada Surah
Al-Hujuraat ayat 3 :
¨bÎ) z`Ï%©!$#
tbqÒäót
öNßgs?ºuqô¹r&
yZÏã
ÉAqßu
«!$#
y7Í´¯»s9'ré&
tûïÏ%©!$#
z`ystGøB$#
ª!$#
öNåku5qè=è%
3uqø)G=Ï9
4 Oßgs9
×otÏÿøó¨B
íô_r&ur
íOÏàtã
ÇÌÈ
Artinya : “Sesungguhnya orang yang
merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah
diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. Bagi mereka ampunan dan pahala
yang besar”.
3.
Mufrodat
يَغُضُّوْنَ : yang merendahkan
أَصْوَاتَهُمْ : suara mereka/nya
أُولَئِكَ
الَّذِيْنَ :
mereka itulah orang-orang
امْتَحَنَ : diuji
قُلُوْبَهُمْ : hati mereka/nya
لِلتَّقْوَى : untuk bertakwa
مَّغْفِرَةٌ : ampunan
وَاَجْرٌ
عَظِيْمٌ : dan pahala yang besar
4.
Asbabun Nuzul
Sebab turunnya surah
Al-Hujuraat ayat 2-5
v Sebab
turunnya surah Al-Hujuraat ayat 2 : Ibnu Jarir meriwayatkan daro Qatadah yang
berkata, “diantara sahabat ada yang mengeraskan suara dalam berbicara (dengan
Rasulullah). Allah lalu menurunkan ayat 2 tersebut.
v Sebab
turunnya surah Al-Hujuraat ayat 3 : Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin
Tsabit bin Qais bin Syams yang berkata, “Tatkala turun ayat 2, “wahai
orang-orang yang beriman ! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
nabi”, Tsabit bin Qais terlihat duduk ditengah jalan sambil menangis. Tidak
lama berselang, Ashim bin Uday bin Ajlan lewat dihadapannya. Ashim lalu
bertanya “kenapa engkau menangis?” Tsabit menjawab, “karena ayat ini”. Saya
sangat takut jika ayat ini turun berkenaan dengan saya, karena saya adalah
seorang yang bersuara keras dalam berbicara.” Ashim lantas melaporkan hal itu
kepada Rasulullah. Beliau kemudian memanggil Tsabit dan berkata, “Sukakah
engkau hidup dengan kemuliaan dan nantinya meninggal dalam keadaan syahid?”
Tsabit segera menjawab, “Ya, saya senang dengan kabar gembira yang saya terima
dari Allah dan Rasul-Nya. Saya berjanji tidak akan pernah lagi berbicara lebih
keras dari suara Rasulullah.” Allah SWT lalu menurunkan ayat 3, “sesungguhnya
orang-orang yang merendahkan suaranya disisi Rasulullah,….”
v Sebab
turunnya Al-Hujuraat ayat 4 dan 5 : Imam ath-Thabrani dan Abbu Ya’la dengan
sanad yang berkualitas hasan meriwayatkan dari Zaid bin Arqam yang berkata,
“Beberapa orang Badui datang kedekat kamar Rasulullah dan mulai
memanggil-manggil, “Wahai Muhammad! Wahai Muhammad!” Allah lantas menurunkan
ayat 4. Abdurrazaq meriwayatkan dari Muammar dari Qatadah bahwa seorang
laki-laki mendatangi rumah Nabi SAW dan berkata dengan suara keras, “Wahai
Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan yang mulia, sebaliknya
mencela saya adalah suatu keburukan”. Rasulullah lantas keluar menemuinya
seraya berkata, “Celakalah engkau, hal seperti itu hanya untuk Allah SWT”.
Selanjutnya turunlah ayat 4. Hadits diatas berstatus mursal. Akan tetapi, ia
didukung dengan beberapa riwayat lain yang marfu’, antara lain sebagai berikut.
Hadits dari Barra dan lainnya yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, namun
tanpa menyebutkan turunyya ayat. Riwayat dari Ibnu Jarir dan al-Hasan. Imam
Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Aqra’ bin Habis bahwa ia
memanggil Nabi SAW dari balik dinding kamar, tetapi beliau tidak menyahut, ia
lantas berkata “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan yang
mulia, sebaliknya mencela saya adalah suatu keburukan”. Rasulullah lantass
keluar menemuinya seraya berkata, “Celakalah engkau, hal seperti itu hanya
untuk Allah SWT”. Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Aqra’ bahwa ia mendatangi
Nabi SAW dan berkata, “Wahai Muhammad, keluarlah dan temui kami!” sebagai
responnya turunlah ayat ke 5.[2]
5.
Munasabah atau Korelasi ayat
v Korelasi
ayat sebelumnya yakni terdapat di ayat 2
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana
kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus
(pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari”.
v Ayat
yang menjadi inti terdapat di ayat 3
Artinya : “Sesungguhya
orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang
yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. Bagi mereka ampunan dan
pahala yang besar”.
v Korelasi
ayat sesudahnya yakni terdapat pada ayat 4 dan 5
Artinya : “Sesungguhnya
orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak
mengerti”.
Artinya : “Dan kalau
sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka sesungguhnya itu
lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
6.
Tafsir
Kata
( ( أُوْلَّئِكَadakalanya menjadi khabar,
(إِنَّ) Yang terdiri dari mubtada’
dan khabar ini dijadikan sebagai khobar (إِنَّ). Atau bisa juga ( ( أُوْلَّئِكَini
menjadi sifat dari (الَّذِيْنَ) yang pertama,
sedangkan khabar (إِنَّ) adalah (لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ) (مَّغْفِرَةٌ) adakalanya marfuu’ oleh zharaf atau
mubtada’ muahkhar, sedangkan khabarnya (لَهُمْ) dan ini adalah yang lebih tepat.
الَّذِيْنَ يُنَادُوْنَكَ مِنْ وَرَاء الْحُجُرَاتِ
أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ) (إِنَّ kata (أَكْثَرُهُمْ) mubtada’, sedangkan khobarnya لاَ يَعْقِلُوْنَ. Kalimat yang terdiri dari mubtada’ dan
khobar ini berkedudukan menjadi khobarإِنَّ.[3]
Kata
(tbqÒäót)
yaghudhuna berasal dari kata ghadhdha yang dasarnya bermakna tidak menggunakan semua potensi sesuatu.jika
kata ini dikaitkan dengan pandangan mata, maka ia berate tidak membelakkan mata. Suara pun demikian. Maka dari itu ia tidak
mempunyai ukuran tertentu, teteapi terpulang kepada masing-masing. Karena itu
biarlah seseorang dasarnya mempunyai suara lantang karena telah dinilai
melaksanakan tuntunan ini, walaupun dalam kenyataannya suaranya lebih keras
daripada orang lain yang menegeraskan suaranya.[4]
Dalam
kajian lain juga menyebutkan bahwa makna ini adalah janganlah kamu bertentangan
dengan al-kitab dan sunnah. Dan pendapat ini lebih kuat. Janganlah kamu
meninggikan suara-suaramu lebih dari Nabi, maksudnya apabila kamu berbicara
kepada dia sedangkan dia berkata-kata dan kamu pun berkata-kata. Janganlah
sampai suara-suaramu melebihi batas yang dicapai oleh kenyaringan suara Nabi.[5]
Dalam
prespektif ulama lain yakni, ketika firman Allah ta’ala («!$#tyAqßuZÏã Nßgs?ºuqô¹r&bqÒäót
`Ï%©!$#bÎ))
yakni yang merendahkan suara didekat beliau jika mereka berbicara (kepada beliau)
karena hormat kepada beliau atau berbicara kepada selain beliau karena hormat
kepada beliau. Ibnu Abbas berkata “firman Allah yakni yang telah disucikan hati
mereka oleh Allah dari setiap keburukan, dan Allah telah menjadikan rasa takut
kepada Allah dihati mereka. Umar berkata “Allah telah menghilangkan syahwat
dari hati mereka imtihaan adalah
bentuk ifti’aal mahantu al ‘adiima hatta
awsatuhu (aku melunakkan kulit hingga aku melunakkannya). Dengan demikian
makna imtihannallohu qulubuhum littaqwa
(Allah menguji hati mereka untuk bertakwa) adalah meluasakn dan melapangkan
untuk bertakwa. Jika berdasarkan pendapat terdahulu : Allah menguji hati mereka
lalu memurnikannya, seperti ucapanmu: imtahantu
al fidhdhata (Aku menguji perak) yakni mengujinya dengan murni. Dengan
demikian, firman Allah itu terdapat kata yang dibuang ini ditunjukan oleh alur
pembicaraan. Kata yang dibuang adalah kemurnian.
7.
Estetika dalam Komunikasi
Estetika
adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana
seseorang bisa merasakannya. Begitu juga dalam berkomunikasi sebisa mungkin
harus menarik perhatian lawan berbicaranya, salah satunya dengan menampilkan
estetika berbicara yang baik.
Estetika
berbicara meliputi cara berpakaian, sikap badan, pandangan mata, gerak-gerik
muka, suara dan ucapan, dan ketegasan.
8.
Hukum
a.
Ketika berbicara kepada Nabi Muhammad
harus dengan suara rendah dan tidak mengeraskan melampaui suara beliau. Jika
tidak, keharusan menghormati dan memuliakan Nabi Muhammad belum terpenuhi.
Maksud disini bukanlah larangan mengeraskan suara secara mutlak, sehingga
ketika berbicara dengan beliau, harus berbisik. Akan tetapi, maksudnya adalah
larangan mengeraskan suara dalam bentuk tertentu, yaitu mengeraskan suara yang
terkesan tidak menghargai kewibawaan kenabian dan tingginya nilai kebesaran,
keagungan kenabian beliau.
b.
Begitu juga menjadi kewajiban bagi kaum
mukminin untuk tidak memanggil Nabi Muhammad SAW dengan “Wahai Muhammad, wahai
Ahmad”, akan tetapi, “Wahai Nabi Allah, Wahai Rasulullah” sebagai bentuk
pemuliaan beliu. Tujuan dari dua kewajiban diatas adalah mengagungkan dan
memuliakan Rasulullah, serta merendahkan suara ketika beliau hadir dan ketika
berbicara kepada beliau.
c.
Larangan meninggikan suara mempunyai
makna bahwa suara yang tidak sesuai dengan semangat pemuliaan kepada
orang-orang besar dan penghormatan kepada orang-orang penting. Adapun nada
suara tinggi yang dilatar belakangi oleh maksud meremehkan dan merendahkan,
tidak diragukan lagi, itu menyebabkan kufur. Adapun meninggikan suara saat
pertempuran, ketika membantah pembangkang, angkuh dank eras kepala, atau ketika
meneror musuh dan yang semacam itu, tidaklah dilarang karena untuk
kemaslahatan.[7]
9.
Hikmah
1.
Ayat ke 2 menjelaskan tentang
mengajarkan kepada kaum mukminin agar sopan dalam percakan atau berbicara
ketika berhadapan dengan Nabi Muhammad SAW. Mereka dilarang mengeraskan suara
melebihi suara Nabi Muhammad SAW. Dan bercakap-cakap dengan beliau seperti
bercakap-cakapp dengan teman mereka karena car yang demikian itu mungkin
mengandung unsur-unsur penghinaan atau cemoohan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang
akibatnya dapat menyeret mereka kepada kekafiran yang memusnahkan pahala amal
kebajikan mereka sendiri tanpa mereka sadari. (Nabi Muhammad SAW diibaratkan
seperti orang yang kita hormati, atau seseorang yang lebih tua dari kita, kita
tidak boleh berbicara dengan menggunakan bahasa seperti kita berbicara dengan
teman seumuran atau sebaya kita, karena dapat dianggap kurang sopan dan
tidak memiliki tata karma.
2.
Ayat ke 3 menjelaskan tentang bahwa
Allah SWT memuji orang-orang yang merendahkan suara mereka disisi Nabi, karena
terdorong oleh kesopanan dan rasa hormat kepada Nabi. Kepada mereka yang
hatinya berisi ketaqwaan, dijanjikan Allah ampunan dan pahala yang besar
(mengajarkan kita untuk bertutur kata yang baik karena rasa hormat kita kepada
orang yang kita hormati atau orang yang lebih tua).
3.
Ayat ke 4 dan ke 5 menjelaskan tentang
kesopanan atau tata karma ketika berhadapan dengan Nabi. Ayat ke 4 menjelaskan
bahwa ketika ada sekelompok orang yang memanggil Nabi Muhammad SAW. Dengan
namanya supaya keluar dari kamar peristirahatannya untuk mengadakan pertemuan
dengan mereka itu dicap sebagai orang-orang yang tidak mengetahui tata karma
dan kesopanan dalam pergaulan. (ketika kita berkunjung hendaknya janganlah
berteriak-teriak agar orang yang kita kunjungi keluar dari peristirahatannya,
karena itu merupakan perilaku komunikasi yang tidak sopan dan janganlah bertamu
disaat waktunya orang beristirahat apalagi terhadap orang yang kita hormati).
Dan ayat ke 5
menjelaskan bahwa seandainya sekelompok orang tersebut (yakni delegasi dari
bani tamim) bersabar sampai Nabi keluar kamar dengan sendirinya itu merupakan
hal yang lebih baik ketimbang berteriak-teriak memanggil nama Nabi. (kita
hendaklah bersabar sampai tuan rumahnya keluar dengan sendirinya itu lebih baik
dan lebih memiliki adab dan sopan santun dalam berkomunikasi serta
berperilaku).[8]
IV.
KESIMPULAN
Di
dalam surat Al-Hujuraat sendiri menjelaskan adab sopan santun berbicara dengan
Rasulullah SAW. Rasulullah sendiri bisa diumpamakan dengan ketika kita
berbicara kepada orang yang lebih tua dari kita atau orang yang kita hormati.
Ketika berbicara dengan orang yang kita hormati atau orang yang lebih tua
sebaiknya memakai bahasa yang halus serta memiliki tata karma dan jangan
samakan dengan ketika kita berbicara dengan orang yang sebaya atau seumuran
dengan kita karena dikhawatirkan dianggap kurang sopan sehingga dapat menyinggung
perasaan orang yang kita ajak bicara.
Ketika
berbicara dengan orang yang kita hormati atau orang yang lebih tua sebaiknya
tidak dengan cara berteriak-teriak dan berbicara dengan merendahkan nada karena
didorong oleh kesopanan dan rasa hormat kita kepada orang tersebut.
Ketika
kita bertamu alangkah lebih baiknya tidak diwaktu orang sedang istirahat, jika
terpaksa karena suatu urusan maka jangan berteriak-teriak agar tuan rumah
keluar dari peristirahatannya, alangkah lebih baik jika ditunggu, karena itu
lebih dinilai sopan dan tidak mengganggu tuan rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad.
Al-maraghi. Musthafa, 1993. Tafsir Al
Maraghi, Semarang: PT Karya Toha Putra
Al
Qurtubi. Imam. 2009. Tafsir Al Qurtubi.
Jakarta: Pustaka Azzam
al-Zuhaili.
Wahbah. 2016. Tafsir al-Munir. Jakarta: Gema Insani
as-suyuthi.
Jalaluddin. 2008.Sebab turunnya ayat Al-Qur’an, Jakarta : Gema Insani
Darmawan.
Muttaqin. 1985/1986. Al-qur’an dan Tafsirnya juz IX (25-26-27).
diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia dalam proyek pengadaan kitab suci Al-Qur’an
M.
Shihab. Quraish, Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati
http://ermawatirahma.blogspot
.co.id/p/komunikasi-etika-dalam-komunikasi.html
[1] http://ermawatirahma.blogspot
.co.id/p/komunikasi-etika-dalam-komunikasi.html
[2] Jalaluddin as-suyuthi, Sebab
turunnya ayat Al-Qur’an, Jakarta : Gema Insani, 2008.hlm : 520-523.
[3] Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jakarta: Gema Insani,
2016, hlm 448
[4] M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati,
hlm.222
[5] Ahmad Musthafa Al-maraghi, Tafsir Al Maraghi, Semarang: PT Karya
Toha Putra, 1993, hlm 200
[6] Imam Al Qurtubi, Tafsir Al Qurtubi, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009, hlm 21
[7] Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, tafsir
Al-Munir, Jakarta : Gema Insani. 2016. Hlm 450.
[8] Muttaqin Darmawan, Al-qur’an dan Tafsirnya juz IX (25-26-27),
diterbitkan oleh Departemen Agama
Republik Indonesia dalam proyek pengadaan
kitab suci Al-Qur’an, 1985/1986. Hlm 425-431.
In this manner my partner Wesley Virgin's tale launches in this SHOCKING and controversial video.
BalasHapusWesley was in the army-and soon after leaving-he discovered hidden, "MIND CONTROL" tactics that the CIA and others used to get whatever they want.
As it turns out, these are the same secrets tons of celebrities (notably those who "became famous out of nothing") and elite business people used to become wealthy and famous.
You probably know how you only use 10% of your brain.
Mostly, that's because most of your brain's power is UNCONSCIOUS.
Perhaps that expression has even occurred INSIDE OF YOUR very own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head about 7 years back, while driving a non-registered, beat-up trash bucket of a car with a suspended driver's license and $3.20 on his banking card.
"I'm very fed up with living payroll to payroll! When will I get my big break?"
You've been a part of those those questions, right?
Your very own success story is waiting to start. You just have to take a leap of faith in YOURSELF.
CLICK HERE TO LEARN WESLEY'S METHOD