Langsung ke konten utama

Etika dalam Komunikasi, Tafsir Tematik KPI, Makalah


I.             PENDAHULUAN
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur tentang tata cara manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling menghormati biasa kita kenal dengan sebutan sopan santun, tata karma, dan lain-lain.
Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga kepentingan komunikator dengan komunikan agar merasa senang, tentram, terlindungi tanpa ada pihak yang dirugikan kepentingannya dan perbuatan yang dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku serta tidak bertentangan dengan hak asasi secara umum.
Tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan etika. Di dalam surat Al-Hujuraat sendiri menjelaskan adab sopan santun berbicara dengan Rasulullah SAW. Rasulullah sendiri bisa diumpamakan dengan ketika kita berbicara kepada orang yang lebih tua dari kita. Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar satu sama lain kenal-mengenal, setiap manusia sama dimata Allah SWT, kelebihannya hanya terdapat pada orang-orang yang bertaqwa (orang-orang yang benar-benar beriman).

II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Pengertian Etika dalam komunikasi?
2.      Bagaimana Teks Al-Qur’an dan Terjemahan Surah Al-Hujuraat ayat 3?
3.      Bagaimana Mufrodat Surah Al-Hujuraat ayat 3?
4.      Bagaimana Asbabun Nuzul Surah Al-Hujuraat ayat 3?
5.      Bagaimana Munasabah atau Korelasi Surah Al-Hujuraat ayat 3?
6.      Bagaimana Tafsir Surah Al-Hujuraat ayat 3?
7.      Bagaimana Estetika dalam Komunikasi?
8.      Bagaimana Hukum Surah Al-Hujuraat ayat 3?
9.      Bagaimana Hikmah Surah Al-Hujuraat ayat 3?



III.             PEMBAHASAN
1.      Pengertian Etika dalam Komunikasi.
Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin) dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang berarti kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah laku manusia.
Jadi, etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah laku baik maupun buruk dalam kegiatan komunikasi di suatu masyarakat.[1]
2.      Teks Al-Qur’an dan Terjemahan.
Teks Al-Qur’an yang berkaitan dengan Etika dalam komunikasi terdapat pada Surah Al-Hujuraat ayat 3 :
¨bÎ) z`ƒÏ%©!$# tbqÒäótƒ öNßgs?ºuqô¹r& yZÏã ÉAqßu «!$# y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# z`ystGøB$# ª!$# öNåku5qè=è% 3uqø)­G=Ï9 4 Oßgs9 ×otÏÿøó¨B íô_r&ur íOŠÏàtã ÇÌÈ
Artinya : “Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar”.
3.      Mufrodat
يَغُضُّوْنَ              : yang merendahkan
أَصْوَاتَهُمْ                : suara mereka/nya
أُولَئِكَ الَّذِيْنَ                        : mereka itulah orang-orang
امْتَحَنَ                   : diuji
قُلُوْبَهُمْ                    : hati mereka/nya
لِلتَّقْوَى                   : untuk bertakwa
مَّغْفِرَةٌ                    : ampunan
وَاَجْرٌ عَظِيْمٌ            : dan pahala yang besar

4.      Asbabun Nuzul
Sebab turunnya surah Al-Hujuraat ayat 2-5
v  Sebab turunnya surah Al-Hujuraat ayat 2 : Ibnu Jarir meriwayatkan daro Qatadah yang berkata, “diantara sahabat ada yang mengeraskan suara dalam berbicara (dengan Rasulullah). Allah lalu menurunkan ayat 2 tersebut.
v  Sebab turunnya surah Al-Hujuraat ayat 3 : Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Tsabit bin Qais bin Syams yang berkata, “Tatkala turun ayat 2, “wahai orang-orang yang beriman ! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara nabi”, Tsabit bin Qais terlihat duduk ditengah jalan sambil menangis. Tidak lama berselang, Ashim bin Uday bin Ajlan lewat dihadapannya. Ashim lalu bertanya “kenapa engkau menangis?” Tsabit menjawab, “karena ayat ini”. Saya sangat takut jika ayat ini turun berkenaan dengan saya, karena saya adalah seorang yang bersuara keras dalam berbicara.” Ashim lantas melaporkan hal itu kepada Rasulullah. Beliau kemudian memanggil Tsabit dan berkata, “Sukakah engkau hidup dengan kemuliaan dan nantinya meninggal dalam keadaan syahid?” Tsabit segera menjawab, “Ya, saya senang dengan kabar gembira yang saya terima dari Allah dan Rasul-Nya. Saya berjanji tidak akan pernah lagi berbicara lebih keras dari suara Rasulullah.” Allah SWT lalu menurunkan ayat 3, “sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya disisi Rasulullah,….”
v  Sebab turunnya Al-Hujuraat ayat 4 dan 5 : Imam ath-Thabrani dan Abbu Ya’la dengan sanad yang berkualitas hasan meriwayatkan dari Zaid bin Arqam yang berkata, “Beberapa orang Badui datang kedekat kamar Rasulullah dan mulai memanggil-manggil, “Wahai Muhammad! Wahai Muhammad!” Allah lantas menurunkan ayat 4. Abdurrazaq meriwayatkan dari Muammar dari Qatadah bahwa seorang laki-laki mendatangi rumah Nabi SAW dan berkata dengan suara keras, “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan yang mulia, sebaliknya mencela saya adalah suatu keburukan”. Rasulullah lantas keluar menemuinya seraya berkata, “Celakalah engkau, hal seperti itu hanya untuk Allah SWT”. Selanjutnya turunlah ayat 4. Hadits diatas berstatus mursal. Akan tetapi, ia didukung dengan beberapa riwayat lain yang marfu’, antara lain sebagai berikut. Hadits dari Barra dan lainnya yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, namun tanpa menyebutkan turunyya ayat. Riwayat dari Ibnu Jarir dan al-Hasan. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Aqra’ bin Habis bahwa ia memanggil Nabi SAW dari balik dinding kamar, tetapi beliau tidak menyahut, ia lantas berkata “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan yang mulia, sebaliknya mencela saya adalah suatu keburukan”. Rasulullah lantass keluar menemuinya seraya berkata, “Celakalah engkau, hal seperti itu hanya untuk Allah SWT”. Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Aqra’ bahwa ia mendatangi Nabi SAW dan berkata, “Wahai Muhammad, keluarlah dan temui kami!” sebagai responnya turunlah ayat ke 5.[2]
5.      Munasabah atau Korelasi ayat
v  Korelasi ayat sebelumnya yakni terdapat di ayat 2
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari”.
v  Ayat yang menjadi inti terdapat di ayat 3
Artinya : “Sesungguhya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar”.
v  Korelasi ayat sesudahnya yakni terdapat pada ayat 4 dan 5
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti”.
Artinya : “Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

6.      Tafsir
Kata ( ( أُوْلَّئِكَadakalanya menjadi khabar, (إِنَّ) Yang terdiri dari mubtada’ dan khabar ini dijadikan sebagai khobar (إِنَّ). Atau bisa juga ( ( أُوْلَّئِكَini menjadi sifat dari (الَّذِيْنَ) yang pertama, sedangkan khabar (إِنَّ) adalah (لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ) (مَّغْفِرَةٌ)  adakalanya marfuu’ oleh zharaf atau mubtada’ muahkhar, sedangkan khabarnya (لَهُمْ) dan ini adalah yang lebih tepat.
الَّذِيْنَ  يُنَادُوْنَكَ مِنْ وَرَاء الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ) (إِنَّ kata (أَكْثَرُهُمْ) mubtada’, sedangkan khobarnya لاَ يَعْقِلُوْنَ. Kalimat yang terdiri dari mubtada’ dan khobar ini berkedudukan menjadi khobarإِنَّ.[3]
Kata (tbqÒäótƒ) yaghudhuna berasal dari kata ghadhdha yang dasarnya bermakna tidak menggunakan semua potensi sesuatu.jika kata ini dikaitkan dengan pandangan mata, maka ia berate tidak membelakkan mata. Suara pun demikian. Maka dari itu ia tidak mempunyai ukuran tertentu, teteapi terpulang kepada masing-masing. Karena itu biarlah seseorang dasarnya mempunyai suara lantang karena telah dinilai melaksanakan tuntunan ini, walaupun dalam kenyataannya suaranya lebih keras daripada orang lain yang menegeraskan suaranya.[4]
Dalam kajian lain juga menyebutkan bahwa makna ini adalah janganlah kamu bertentangan dengan al-kitab dan sunnah. Dan pendapat ini lebih kuat. Janganlah kamu meninggikan suara-suaramu lebih dari Nabi, maksudnya apabila kamu berbicara kepada dia sedangkan dia berkata-kata dan kamu pun berkata-kata. Janganlah sampai suara-suaramu melebihi batas yang dicapai oleh kenyaringan suara Nabi.[5]
Dalam prespektif ulama lain yakni, ketika firman Allah ta’ala («!$#tyAqßuZÏã Nßgs?ºuqô¹r&bqÒäótƒ `ƒÏ%©!$#bÎ)) yakni yang merendahkan suara didekat beliau jika mereka berbicara (kepada beliau) karena hormat kepada beliau atau berbicara kepada selain beliau karena hormat kepada beliau. Ibnu Abbas berkata “firman Allah yakni yang telah disucikan hati mereka oleh Allah dari setiap keburukan, dan Allah telah menjadikan rasa takut kepada Allah dihati mereka. Umar berkata “Allah telah menghilangkan syahwat dari hati mereka imtihaan adalah bentuk ifti’aal mahantu al ‘adiima hatta awsatuhu (aku melunakkan kulit hingga aku melunakkannya). Dengan demikian makna imtihannallohu qulubuhum littaqwa (Allah menguji hati mereka untuk bertakwa) adalah meluasakn dan melapangkan untuk bertakwa. Jika berdasarkan pendapat terdahulu : Allah menguji hati mereka lalu memurnikannya, seperti ucapanmu: imtahantu al fidhdhata (Aku menguji perak) yakni mengujinya dengan murni. Dengan demikian, firman Allah itu terdapat kata yang dibuang ini ditunjukan oleh alur pembicaraan. Kata yang dibuang adalah kemurnian.
 íOŠÏàtã × íô_r&ur otÏÿøó¨B Oßgs9Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar”.[6]

7.      Estetika dalam Komunikasi
Estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Begitu juga dalam berkomunikasi sebisa mungkin harus menarik perhatian lawan berbicaranya, salah satunya dengan menampilkan estetika berbicara yang baik.
Estetika berbicara meliputi cara berpakaian, sikap badan, pandangan mata, gerak-gerik muka, suara dan ucapan, dan ketegasan.
8.      Hukum
a.       Ketika berbicara kepada Nabi Muhammad harus dengan suara rendah dan tidak mengeraskan melampaui suara beliau. Jika tidak, keharusan menghormati dan memuliakan Nabi Muhammad belum terpenuhi. Maksud disini bukanlah larangan mengeraskan suara secara mutlak, sehingga ketika berbicara dengan beliau, harus berbisik. Akan tetapi, maksudnya adalah larangan mengeraskan suara dalam bentuk tertentu, yaitu mengeraskan suara yang terkesan tidak menghargai kewibawaan kenabian dan tingginya nilai kebesaran, keagungan kenabian beliau.
b.      Begitu juga menjadi kewajiban bagi kaum mukminin untuk tidak memanggil Nabi Muhammad SAW dengan “Wahai Muhammad, wahai Ahmad”, akan tetapi, “Wahai Nabi Allah, Wahai Rasulullah” sebagai bentuk pemuliaan beliu. Tujuan dari dua kewajiban diatas adalah mengagungkan dan memuliakan Rasulullah, serta merendahkan suara ketika beliau hadir dan ketika berbicara kepada beliau.
c.       Larangan meninggikan suara mempunyai makna bahwa suara yang tidak sesuai dengan semangat pemuliaan kepada orang-orang besar dan penghormatan kepada orang-orang penting. Adapun nada suara tinggi yang dilatar belakangi oleh maksud meremehkan dan merendahkan, tidak diragukan lagi, itu menyebabkan kufur. Adapun meninggikan suara saat pertempuran, ketika membantah pembangkang, angkuh dank eras kepala, atau ketika meneror musuh dan yang semacam itu, tidaklah dilarang karena untuk kemaslahatan.[7]

9.      Hikmah
1.      Ayat ke 2 menjelaskan tentang mengajarkan kepada kaum mukminin agar sopan dalam percakan atau berbicara ketika berhadapan dengan Nabi Muhammad SAW. Mereka dilarang mengeraskan suara melebihi suara Nabi Muhammad SAW. Dan bercakap-cakap dengan beliau seperti bercakap-cakapp dengan teman mereka karena car yang demikian itu mungkin mengandung unsur-unsur penghinaan atau cemoohan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang akibatnya dapat menyeret mereka kepada kekafiran yang memusnahkan pahala amal kebajikan mereka sendiri tanpa mereka sadari. (Nabi Muhammad SAW diibaratkan seperti orang yang kita hormati, atau seseorang yang lebih tua dari kita, kita tidak boleh berbicara dengan menggunakan bahasa seperti kita berbicara dengan teman seumuran atau sebaya kita, karena dapat dianggap kurang sopan dan tidak  memiliki tata karma.
2.      Ayat ke 3 menjelaskan tentang bahwa Allah SWT memuji orang-orang yang merendahkan suara mereka disisi Nabi, karena terdorong oleh kesopanan dan rasa hormat kepada Nabi. Kepada mereka yang hatinya berisi ketaqwaan, dijanjikan Allah ampunan dan pahala yang besar (mengajarkan kita untuk bertutur kata yang baik karena rasa hormat kita kepada orang yang kita hormati atau orang yang lebih tua).
3.      Ayat ke 4 dan ke 5 menjelaskan tentang kesopanan atau tata karma ketika berhadapan dengan Nabi. Ayat ke 4 menjelaskan bahwa ketika ada sekelompok orang yang memanggil Nabi Muhammad SAW. Dengan namanya supaya keluar dari kamar peristirahatannya untuk mengadakan pertemuan dengan mereka itu dicap sebagai orang-orang yang tidak mengetahui tata karma dan kesopanan dalam pergaulan. (ketika kita berkunjung hendaknya janganlah berteriak-teriak agar orang yang kita kunjungi keluar dari peristirahatannya, karena itu merupakan perilaku komunikasi yang tidak sopan dan janganlah bertamu disaat waktunya orang beristirahat apalagi terhadap orang yang kita hormati).
Dan ayat ke 5 menjelaskan bahwa seandainya sekelompok orang tersebut (yakni delegasi dari bani tamim) bersabar sampai Nabi keluar kamar dengan sendirinya itu merupakan hal yang lebih baik ketimbang berteriak-teriak memanggil nama Nabi. (kita hendaklah bersabar sampai tuan rumahnya keluar dengan sendirinya itu lebih baik dan lebih memiliki adab dan sopan santun dalam berkomunikasi serta berperilaku).[8]

IV.             KESIMPULAN
Di dalam surat Al-Hujuraat sendiri menjelaskan adab sopan santun berbicara dengan Rasulullah SAW. Rasulullah sendiri bisa diumpamakan dengan ketika kita berbicara kepada orang yang lebih tua dari kita atau orang yang kita hormati. Ketika berbicara dengan orang yang kita hormati atau orang yang lebih tua sebaiknya memakai bahasa yang halus serta memiliki tata karma dan jangan samakan dengan ketika kita berbicara dengan orang yang sebaya atau seumuran dengan kita karena dikhawatirkan dianggap kurang sopan sehingga dapat menyinggung perasaan orang yang kita ajak bicara.
Ketika berbicara dengan orang yang kita hormati atau orang yang lebih tua sebaiknya tidak dengan cara berteriak-teriak dan berbicara dengan merendahkan nada karena didorong oleh kesopanan dan rasa hormat kita kepada orang tersebut.
Ketika kita bertamu alangkah lebih baiknya tidak diwaktu orang sedang istirahat, jika terpaksa karena suatu urusan maka jangan berteriak-teriak agar tuan rumah keluar dari peristirahatannya, alangkah lebih baik jika ditunggu, karena itu lebih dinilai sopan dan tidak mengganggu tuan rumah.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. Al-maraghi. Musthafa, 1993. Tafsir Al Maraghi, Semarang: PT Karya Toha Putra
Al Qurtubi. Imam. 2009. Tafsir Al Qurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam
al-Zuhaili. Wahbah. 2016. Tafsir al-Munir.  Jakarta: Gema Insani
as-suyuthi. Jalaluddin. 2008.Sebab turunnya ayat Al-Qur’an, Jakarta : Gema Insani
Darmawan. Muttaqin.  1985/1986. Al-qur’an dan Tafsirnya juz IX (25-26-27). diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia dalam  proyek pengadaan kitab suci Al-Qur’an
M. Shihab. Quraish, Tafsir Al-Misbah.  Jakarta: Lentera Hati
http://ermawatirahma.blogspot .co.id/p/komunikasi-etika-dalam-komunikasi.html


[1] http://ermawatirahma.blogspot .co.id/p/komunikasi-etika-dalam-komunikasi.html
[2] Jalaluddin as-suyuthi, Sebab turunnya ayat Al-Qur’an, Jakarta : Gema Insani, 2008.hlm : 520-523.
[3] Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jakarta: Gema Insani, 2016, hlm 448
[4] M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, hlm.222
[5] Ahmad Musthafa Al-maraghi, Tafsir Al Maraghi, Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993, hlm 200
[6] Imam Al Qurtubi, Tafsir Al Qurtubi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, hlm 21
[7] Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, tafsir Al-Munir, Jakarta : Gema Insani. 2016. Hlm 450.
[8] Muttaqin Darmawan, Al-qur’an dan Tafsirnya juz IX (25-26-27), diterbitkan oleh Departemen  Agama Republik Indonesia dalam  proyek pengadaan kitab suci Al-Qur’an, 1985/1986. Hlm 425-431.

Komentar

  1. In this manner my partner Wesley Virgin's tale launches in this SHOCKING and controversial video.

    Wesley was in the army-and soon after leaving-he discovered hidden, "MIND CONTROL" tactics that the CIA and others used to get whatever they want.

    As it turns out, these are the same secrets tons of celebrities (notably those who "became famous out of nothing") and elite business people used to become wealthy and famous.

    You probably know how you only use 10% of your brain.

    Mostly, that's because most of your brain's power is UNCONSCIOUS.

    Perhaps that expression has even occurred INSIDE OF YOUR very own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head about 7 years back, while driving a non-registered, beat-up trash bucket of a car with a suspended driver's license and $3.20 on his banking card.

    "I'm very fed up with living payroll to payroll! When will I get my big break?"

    You've been a part of those those questions, right?

    Your very own success story is waiting to start. You just have to take a leap of faith in YOURSELF.

    CLICK HERE TO LEARN WESLEY'S METHOD

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah tartib al ayat wa tartib as suwar

BAB 1 PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Al- Q ur’an merupakan kitab suci umat islam yang sangat mulia. Kitab yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat jibril selama kurang lebih dua puluh tiga tahun, sebagai pedoman umat islam di penjuru dunia, karena al-qur’an memiliki banyak keistimewaa. Selain daripada itu dalam proses penyusunan al-Qur’an disusun secara bertahap, yaitu dimulai dari nabi Muhammad saw, hingga pada masa Utsman bin Affan yng berhasil mengumpulkan al-Qur’an sehingga menjadi mushaf al-qur’an, dimana al-qur’an yang hadir dihadapan dan sering kita baca adalah mushaf dari rasm usman yang telah disetujui oleh jumhur ulama sebagai mushaf yang tertib ayat dan surahnya berdasarkan apa yang ada pada masa Rosullulloh., tetapi banyak penyusunan surah dalam al- Q ur’an yang menimbulkan perbedaan dan memberikan kedudukan dalam setiap surah. Namun ada pula beberapa ulama yang berpendapat lain tentang susunan surah dalam mushaf ustman...

contoh script radio MBS Fm

Script MBS Fm Assalamualaikum ww “Ciptakan langkah baru menuju sukses MBS Fm 107.8 alternatif radio semarang” Sugeng enjang… sobakhul khoir… good morning… selamat pagi para penerus bangsa// Kali ini saya/ panggil aja Aim/ siap menemani sahabat MBS selama satu jam kedepan// Oke gengs masih pagi nih/ udaranya masih seger banget/ asih nih kalo ngopi-ngopi makan gorengan sambil dengerin Aim siaran/ ceyilehh kayak jaman dahulu kala tuhh im hehe… ya ndak toh ya… radio MBS tuh beda sama yang lain/ radio MBS tuh selalu update/ gak norak/ apalagi kalo penyiarnya Aim/ ahaydee… nih yang lagi aktifitas selamat beraktifitas yah/ yang masih dibalik selimut buruan gabung sama Aim di MBS/ cussss biar semangat lo untuk hidup tuh ada hihi… Sahabat MBS kali ini yang mau pesen pesen lagu tuh khusus dangdut ya/ inget dangdut loh… dan tema kali ini adalah “Kerinduan”/ jiahhh yang la gi rindu rinduan nihh bisa sms aja ke 081 111 222 333 Aim ulangi 081 111 222 333 bisa curhat curhat sama A...

Sejarah masuknya Islam di desa Lerepkebumen, kecamatan Poncowarno, Kabupaten Kebumen provinsi Jawa tengah

Sejarah masuknya Islam di Desa Lerepkebumen, kecamatan Poncowarno, kabupaten Kebumen berawal dari seseorang yang kita kenal sebagai seorang ulama, wali atau bisa kita sebut orang besar bernama Maulana Zulfikar. Kedatangan Maulana Zulfikar tersebut bersamaan dengan periode Maulana Yusuf yang berdakwah didaerah Bandung Seruni yang dekat dengan daerah Lerepkebumen. Sebenarnya sebelum adanya Maulana Zulfikar ini, diduga sudah ada seseorang yang bernama Jantaka yaitu seorang panglima   yang akan menuju keraton Jogjakarta menggunakan kuda. Namun diperjalanan yaitu didesa Lerepkebumen panglima tersebut dibegal dan akhirnya wafat   dan dimakamkan dipemakaman desa Lerepkebumen. Namun alih demi alih diperkirakan panglima tersebut muslim ternyata kedalihan tersebut sedikit diragukan pada saat sekarang, karena ada suatu penalaran bahwa panglima tersebut nonmuslim. Warga desa Lerepkebumen pun ikut menyertakan nama Jantaka (Panglima) didalam doa dan tahlil karena mengira panglima terseb...