Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
kuliah : Filsafat Dakwah
Pengampu : Drs. Kasmuri, M.Ag
Disusun oleh :
Aimatun Nadhifah 1601026045
Mega Fitriyani 1601026065
Ikhwanul Ghozi 1601026083
Tahta Rizky Yuandri 1601026085
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
I.
Latar Belakang
Dakwah
merupakan sarana untuk mengajak umat manusia agar dapat mematuhi perintah Allah
swt dan Rasulullah saw, sehingga mampu menjalani hidup dan kehidupan ini dengna
baik sesuai peraturan agama dan akhirnya kelak hidup di akhirat pun akan mendapatkan
kebahagiaan seperti yang dijanjikan
Allah swt.
Dahulu, tugas pokok Rasulullah saw adalah berdakwah mengajak manusia untuk
mengikuti ajaran-ajaran yang dibawa oleh Allah
yang mengutusnya. Tetapi setelah Rasulullah wafat, para sahabatlah yang
melanjutkan dakwah Rasulullah sampai umat-umatnya saat ini. Orang-orang yang
menyampaikan ajaran Allah kepada sesamanya itu disebit da’i atau muballigh. Mereka itulah orang-orang terpilih untuk melanjutkan dakwah Rasulullah
dan para sahabat yang berfokus pada Al Qur’an dan hadits. Tugas utama para da’i
atau muballigh adalah mengajak anggota masyarakat mulai dari kaum kerabat
dekatnya ke jalan yang benar, bukan mengajaknya ke jalan yang mungkar. Sebab saat
ini banyak sekali fenomena, orang-orang yang mengakui dirinya sebagaai da’i
yang handal, mempunyai banyak pengetahuan agama, dan sebagai pemimpin dakwah
yang mengajarkan manusia tentang kebenaran Islam tetapi sesungguhnya dia telah
menyelewengkan agama.
Oleh
karena itu, subjek dakwah dalam kegiatan dakwah islamiyah adalah merupakan
faktor yang yang sangat penting karena pelaksanaan dakwah tidak akan bisa
berjalan tanpa adanya subjek dakwah tersebut. Demikian juga subjek dakwah
mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan suatu misi dakwah
islamiyah.
II.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu subjek dakwah?
2.
Bagaimana kepribadian yang harus dimiliki seorang Da’i ?
3.
Bagaimana akhlak yang seharusnya dimiliki oleh Da’i ?
4.
Apa sajakah Kompetensi yang harus dimiliki Da’i ?
5.
Bagaimana peran serta perjuangan seorang Da’i ?
III.
Pembahasan
1.
Subjek dan organisasi dakwah
Subjek dakwah ialah orang yang melakukan dakwah, yaitu orang yang
berusaha mengubah situasi kepada situasi yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Allah SWT, baik secara individu (Da’i) maupun kelompok(organisasi), sekaligus
sebagai pemberi informasi dan pembawa missi.
Subjek dakwah merupakan unsur terpenting dalam pelaksanaan dakwah,
karena sebagaimana didalam pepatah dikatakan “the man behind the gun”
(Manusia itu dibelakang senjata), maksudnya manusia sebagai pelaku adalah unsur
yang paling penting dan menentukan
2.
Kepribadian Da’i
Kepribadian atau personality adalah topeng untuk menggambarkan
suatu tingkah laku. Secara definitive
belum ada kesepahaman para psikolog dalam merumuskan kepribadian.
Keanekaragaman definisi itu antara lain :[1]
a.
Keoribadian sebagai niali yang menjadi stimulus sosial, kemampuan
menampilkan diri secara mengesankan (Hilgard & Marquis)
b.
Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam system psikofisiologik
seseorang yang menentukan model penyesuain yang unik dengan lingkungan (Gordon
Alport)
c.
Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum
banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam respon suatu situasi
(Pervin)
d.
Kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan, dan tingkah
laku yang memedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu
dan situasi(Phares).
Disisi lain,
kepribadian da’i juga dituntut bisa memenuhi unsur Good Sense (berkaitan
dengan kemampuan berpikir) artinya setiap da’i dituntut untuk benar-benar
menguasai bidang agama yang disampaikan kepada ummat. Good Moral kepribadian
yang mencerminkan kejujuran sehingga menumbuhkan kepercayaan bagi mad’u. Adapun
moralitas ssebagaimana yang dicontohkan rasulullah :[2]
a.
Shiddiq adalah
kepribadian yang berkaitan dengan kebenaran dan kejujuran perkataan dan
perilaku
b.
Amanah, adalah
kepribadian yang bisa dipercaya dan terpercaya. Berhubungan dengan tanggung
jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajiban dakwah yang diemban
c.
Tabligh, adalah
kepribadian yang konsisten dan kontinyu dalam menyampaikan risalah islam dan
disampaikan dalam waktu cepat dan akurat.
d.
Fathonah, adalah
kepribadian cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual, sehingga dapat
menjadi pemecah masalah bagi umat.
3.
Akhlak Da’i
Sebagai public figure, da’i menjadi
pusat perhatian dan referensi bagi umat, mulai dari bangun tidur hingga tidur
lagi, kebiasaan yang dilakukan, aktifitas dalam organisasi sosialnya,
keputusan-keputusan yang diambil, kehiduppan keluarganya, semua menjadi
perhatian umat. Cakupan akhlak
da’i meliputi beberapa aspek, antara lain :[3]
a.
Amaliyah al-Qalbiyyah
Kalbu seorang pendakwah hendaknya memenuhi standard nilai akhlak
kalu sebagaimana yang dijelaskan pada al-Quran dan Hadits. Kalbu pendakwah
hendaknya senantiasa berada dalam keadaan khusyuk, seperti dalam surat al-Hadid
ayat 16:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ
اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ
وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Walaupun ayat tersebut ditunjukan untuk mad’u, tetapi hakikatnya
juga berlaku bagi da’i. kekhusyuan diperlukan agar saat menyampaikan dakwah
dapat bersungguh-sungguh. Ketenangan jiwa (sakinah) juga diperlukan saat
menyampaikan pesan dan saat menghadapi mad’u yang mempunyai beragam karakter.
b.
Amaliyah al-Fikriyah
Seorang da’i hendaknya membiasakan memikirkan atau mentafakuri
keuasaan Allah,. Dilakukan dalam setiap keadaan, terutama saat dalam memecahkan
masalah, menggali hikmah dibalik peristiwa, dan membuat kesimpulan.
c.
Amaliyah al-Lisaniyah
Berkaitan dengan berdakwah, lidah harus benar-benar terlatih
mengucapkan kata-kata dengan fasih, jelas vocal dan konsonannya. Kata-kata yang
diucapkan hendaknya mampu menyelamatkan, menunjukan, dan membantu dalam
memberikan penjelasan ilmu terhadap
orang yang membutuhkan
d.
Amaliyah al-Jasadiyah
Dalam hal ini berkaitan dengan upaya da’i dalam memelihara kondisi
fisik agar sehat, bugar dan berenergi
e.
Amaliayah al-Istishadiyah
Sebagai da’i hendaknya mampu menjadi pionir dan teladan dalam
mengembangkan system ekonomi yang diridhai Allah. Hindari praktik curang dan
penipuan yang dapat merugikan orang lain.
4.
Kompetensi Da’i
Kompetensi berasal dari kata Competence,yang secara harfiah
berarti kemampuan atau kesanggupan. Kompetensi da’i berarti kemampuan dan
kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang da’i agar mampu bekerja dan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Kompetensi ini merupakan kumpulan dari berbagai kebiasaan dan kekuatan :[4]
a.
Kekuatan intelektual (wawasan keilmuan)
Menurut Qodrawi ada enam wawasan intelektual yang harus dimiliki
da’i, yakni wawasan Islam, wawasan sejarah, sastra dan bahasa, ilmu-ilmu sosial
dan humaniora, wawasan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, wawasan perkembangan
dunia-dunia kontemporer.
b.
Kekuatan moral (akhlak da’i)
Menurut Zakri, seorang da’i harus memiliki kualifikasi moralitas
dan keluhuran budi pekerti seperti rasulullah, paling tidak mendekatinya. Jadi,
dalam soal ini ada semacam tuntutan yang lebih tinggi kepada seorang da’i
dibandingkan dengan kaum muslimin lainnya. Tuntutan ini logis karena da’i
adalah orang yang berusaha mewujudkan system islam bukan hanya untuk dirinya
sendiri tapi juga bagi orang lain.
c.
Kekuatan spiritual
Kekuatan spiritual bersumber dari tiga kekuatan pokok yakni iman,
ibadah, dan takwa. Ketiganya dapat dipandang sebagai bekal yang amat penting
bagi da’i
1)
Bekal Iman
Untuk melaksanakan tugas, da’i harus mempersiapkan diri,
mempersiapkan jiwa dan mental mereka.
2)
Bekal Ibadah
Ibadah merupakan bekal bagi Nabi juga bagi para da’i untuk dapat
melaksanakan tugas dan perjuangan yang sungguh amat berat. Ibadah juga
dimaksudkan sebagai penerang hati
3)
Bekal Takwa
Takwa diperlukan guna menyempurnakan semua bekal yang telah
dikemukakan. Takwa disebut oleh Allah sebagai bekal yang paling baik. Menurut
Sayyid Quthub, takwa adalah kesadaran agama yang tinggi, yaitu suatu kesadaran
yang berusaha memenuhi hak Allah secara optimal.
5.
Peran dan perjuangan Da’i
a.
Peran Da’i
Kehadiran Da’i dengan aktivitas dakwahnya pada dasarnya diharapkan
bisa berperan sebagai social servicers yang pada gilirannya akan menjadi
social changers. Sebagai social servicers (pelayan sosial umat),
artinya Da’i bisa memberikan bimbingan pemikiran, perasaan dan perilaku yang
diajarkan dalam agama islam. Jika sebagai social servicer dapat
dilakukan oleh para da’i, maka besar kemungkinan kehadiran dakwah yang
disampaikan itu berperan sebagai peran sebagai agen perubahan sosial (social
changers). [5]
b.
Perjuangan Da’i
Dakwah sebagai
usaha membangun system Islam pada dasarnya merupakan suatu proses perjuangan
yang amat panjang. Dalam proses ini da’i tidak saja memerlukan bekal dan mental
tetapi juga membutuhkan komitmen perjuangan yang amat tinggi. Dalam pemikiran
Sayyid Quthub, perjuangan da’i dapat dilihat dari :
1.
Kesaksian Da’i
Kesaksian (syahadah) sebagai ungkapan keimanan kepada Allah dan
Rasul merupakan ajaran paling mendasar dalam Islam. Dalam pengertian ini,
syahadat bukan kesaksian untuk verbalitas semata, melainkan sebuah konmitmen
dari setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul secara sungguh-sungguh.
2.
Ujian dan Cobaan Da’i
Sebagai pejuang yang berusaha mengukuhkan system Isla, tentu dai
akan menghadapi ujian dan cobaan. Ujian dan cobaan ini dapat dipandang sebagai
konsekuensi logis dari iman. Karena sesungguhnya iman bukan hanya kata-kata
tapi juga kesanggupan seseorang melaksanakan tugas-tugas agama, serta sabra
menghadapi berbagai kesulitan di jalan iman itu.
Adapun ujian da’i antara lain ancaman dan siksaan fisik, ujian dari keluarga dan orang-orang
terdekat, ujian kekayaan dan duniawi,
ujian keterasingan, ujian modernisasi, ujian dan godaan nafsu.[6]
3.
Kemenangan Da’i
Menurut
sunahnya, kemenangan itu tidak datang diawal, tapi sering kali diakhir
perjuangan. Menurut Quthub, ada beberapa kemungkinan mengapa kemenangan tidak
segera datang, antaranya karena bangunan umat islam belum sempurna dan kekuatan
mereka belum menyatu, boleh jadi kemenangan itu tidak datang karena mereka
belum mengeluarkan potensi yang mereka miliki, dan boleh jadi agar kaum
muslimin mempererat hubungan mereka dengan Allah SWT.[7]
IV.
Kesimpulan
Subjek dakwah merupakan unsur terpenting dalam pelaksanaan dakwah. Kepribadian
atau personality adalah topeng untuk menggambarkan suatu tingkah laku. Adapun moralitas ssebagaimana yang
dicontohkan rasulullah yaitu shidiq, amanah, tabligh, fatonah. akhlak da’i
meliputi beberapa aspek, antara lain: Amaliyah al-Qalbiyyah, Amaliyah
al-Fikriyah, Amaliyah al-Lisaniyah, Amaliyah al-Jasadiyah, dan Amaliayah al-Istishadiyah.
Kompetensi da’i berarti kemampuan dan
kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang da’i agar mampu bekerja dan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya,
meliputi Kekuatan intelektual (wawasan keilmuan), Kekuatan moral (akhlak da’i)
dan Kekuatan spiritual. Da’i
bisa memberikan bimbingan pemikiran, perasaan dan perilaku yang diajarkan dalam
agama islam. Da’i tidak saja memerlukan bekal dan mental tetapi juga membutuhkan
komitmen perjuangan yang amat tinggi.
Daftar Pustaka
Tajiri,Hajir. 2015. Etika dan Estetika Dakwah.
(Bandung:Simbiosa Rekatama Media)
Machasin. 2015. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi.
(Semarang: CV Karya Abadi)
Ismail,Ilyas. 2011. Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group)
[1]
Machasin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Semarang: CV Karya Abadi,
2015), hal 111-112
[2]
Machasin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Semarang: CV Karya Abadi,
2015), hal 113-116
[3]
Hajir Tajiri, Etika dan Estetika Dakwah, (Bandung:Simbiosa Rekatama Media,
2015) hal 46-48
[4]
Ilyas Ismail, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban
Islam(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hal 77-108
[5]
Machasin, Psikologi Dakwah (Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2015) hal 119
[6]
Ilyas Ismail, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban
Islam(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hal 121-137
[7]
Ilyas Ismail, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban
Islam(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hal 139-142
Komentar
Posting Komentar